BIREUEN — Nelayan Aceh yang dikoordinasi Panglima Laot Bireuen memutuskan menarik kapal berisi penghuni Rohingya yang terombang-ambing di laut Bireuen. Penarikan dilakukan Rabu (29/12) sore karena nelayan tidak mendapat kepastian soal nasib kapal itu dari pemerintah Indonesia.
“Malam ini harus sampai ke darat, tidak perlu pemerintah untuk menarik itu, sekarang lagi ditarik dan sudah setengah mil (dekat) darat,” kata Panglima Laot Bireuen, Badruddin Yunus, Rabu (29/12) seperti dilansir dari Kumparan.
Menurut Badruddin, Panglima Laot tidak bisa lagi membiarkan kapal itu terombang-ambing di lautan karena mempertimbangkan ombak tinggi karena angin kencang.
Ia mengaku menjamin nelayan yang menarik itu kalau diproses hukum.
“Itu saya tanggung jawab. Saya pasang badan, saya bilang bertanggung jawab terhadap nelayan penjemput apabila ada yang terjadi, sebelum ada keputusan dari Jakarta,” ujarnya.
Badruddin mengatakan kapal itu bukan ditarik ke daratan Bireuen karena tidak bisa melawan ombak.
“Kami tariknya arah barat ke Pidie Jaya, Pidie, atau Banda Aceh,” tuturnya.
Kapal pengungsi Rohingya terpantau nelayan Bireuen pukul 11 siang Ahad (26/12). Jaraknya sekitar 70 mil dari daratan antara Peulimbang dan Peudada, Kabupaten Bireuen. Nelayan langsung melaporkan ke aparat keamanan begitu melihat kapal Rohingya.
Aparat keamanan Indonesia sempat berencana menggiring kapal pembawa 120 pengungsi Rohingya yang terombang-ambing di laut Bireuen, Aceh, ke kawasan Malaysia, meski ada desakan untuk mendaratkan mereka.
Direktorat Kepolisian Air dan Udara Kepolisian Daerah Aceh, Kepolisian Resor Bireuen, Angkatan Laut, dan Pemerintah Kabupaten Bireuen memasok bantuan berupa bahan bakar minyak dan makanan ke kapal Rohingya itu sebelum menuju ke laut lepas.
Badan PBB untuk Pengungsi atau UNHCR dan Amnesty International mendesak pemerintah Indonesia menampung dan mendaratkan pengungsi Rohingya itu. (IA)