JAKARTA — Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan, dana Pemerintah Daerah (Pemda) yang mengendap di bank mencapai Rp 157,97 triliun. Dana ini bahkan naik Rp 44,59 triliun atau 39,33 persen dari posisi bulan Desember 2021.
Dibanding bulan Januari 2021, ada kenaikan Rp 24,46 triliun atau 18,32 persen (yoy). Dana ini merupakan posisi tertinggi di bulan Januari dibanding 3 tahun sebelumnya.
“Ini kenaikan yang cukup signifikan. Berarti mereka memiliki dana yang terlalu besar yang seharusnya bisa dipakai untuk memulihkan ekonomi di daerah,” kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita, Selasa (22/2/2022) seperti dilansir dari Kompas.com
Bendahara negara ini mengatakan, pemda seringkali beralasan bahwa penempatan saldo di perbankan dilakukan untuk berjaga-jaga memenuhi belanja operasional daerah, baik belanja modal maupun belanja lainnya.
Namun faktanya, ada beberapa daerah yang saldonya masih terlampau tinggi di perbankan sedangkan akselerasi belanja operasionalnya lebih rendah.
Aceh dan Kaltim
Terdapat dua provinsi yang masih memiliki saldo dana di bank melebihi kebutuhan belanja operasional 3 bulan ke depan, yaitu Aceh dengan selisih Rp 297,03 miliar dan Kalimantan Timur dengan selisih Rp 188,38 miliar.
“Ada beberapa daerah yang belanja operasionalnya lebih tinggi dibanding saldo di perbankan. Namun ada beberapa daerah di mana saldo jauh lebih tinggi dibanding dana operasional yang dibutuhkan,” sebut Sri Mulyani.
Dilihat dari sisi belanja, realisasinya -4,8 persen dari Rp 19,6 triliun di Januari 2021 menjadi Rp 18,6 triliun di Januari 2022. Realisasi belanja yang rendah ini terjadi di beberapa bidang, seperti pendidikan, kesehatan, dan perlindungan sosial.
Padahal berdasarkan realisasi transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) oleh pemerintah pusat, terjadi kenaikan 6,8 persen (yoy) dari Rp 51,09 triliun menjadi Rp 54,92 triliun. Kenaikan transfer terutama terjadi pada Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Bagi Hasil (DBH) yang naik 7,7 persen dan 18 persen.
“Yang mengalami kenaikan adalah belanja di bidang ekonomi yaitu dari Rp 0,78 triliun ke Rp 0,99 triliun. Ini tentu perlu kita lihat karena belanja di daerah juga memiliki peranan yang sangat penting untuk bisa mendorong pemulihan ekonomi di masing-masing daerah,” jelas dia.