BANDA ACEH —- Hingga 17 tahun usia perdamaian Aceh sejak ditandatangani MoU Helsinki di Finlandia pada 15 Agustus 2005 silam, hingga kini dikabarkan masih banyak hak para eks kombatan GAM dan korban konflik Aceh yang belum terpenuhi.
Deputi II Badan Reintegrasi Aceh (BRA) Amni Bin Ahmad Marzuki mengungkapkan, proses reintegrasi selama ini sudah berlangsung dan berjalan lancar. Dia menyebutkan, terjadinya perundingan di Helsinki akibat adanya konflik di Aceh.
Hal itu disampaikan Amni yang juga mantan Juru Runding GAM ini dalam diskusi yang digelar Aceh Resource and Development (ARC) membahas soal percepatan penyelesaian hak-hak eks kombatan GAM, eks tapol napol dan korban konflik di Aceh. Diskusi berlangsung di Hotel Kyriad Muraya Banda Aceh, Rabu (27/7).
“Alhamdulillah proses reintegrasi ini sudah berlangsung. Pihak GAM sudah mengintegrasi semua pasukannya dan masyarakat sudah hidup dalam masyarakat. Namun ada hak-haknya yang belum tersampaikan dan terpenuhi. Tidak semuanya,” kata Amni Bin Ahmad Marzuki.
Dia menyebutkan, selama ini kendala dalam pembagian tanah untuk mantan kombatan GAM karena Badan Pertanahan Nasional (BPN) tidak memiliki kewenangan untuk memberikan lahan tersebut dalam kawasan hutan.
“Di sejumlah kabupaten/kota itu tidak punya tanah areal penggunaan lain (APL) dan itu menjadi kendala yang sangat besar. Karena bupati daerah itu sendiri, dia punya kekuasaan untuk memberikan tanah untuk diretribusikan dalam kawasan APL,” kata dia.
Pakar Ekonomi Universitas Syiah Kuala (USK) Dr Amri menyampaikan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat persentase tingkat kemiskinan di Aceh tertinggi di Sumatera.
“Jadi data yang disampaikan oleh BPS itu valid. Indikatornya ada pegangguran, pemerataan ekonomi yang tidak sesuai. Jadi pemerintah harus diselesaikan untuk kesejahteraan masyarakat,” ujar Amri.
Amri mengatakan, Negara Indonesia sangat luas. Provinsi Aceh misalnya memiliki perkebunan yang sangat luas begitu juga dengan potensi sumberdaya kelautan yang melimpah. Panjangnya garis pantai dan luas lautan Aceh menyiman potensi perikanan yang sangat menjanjikan.
Khairil dari Koalisi NGO HAM, menyebutkan pihaknya sudah pernah mengirim surat ke BRA terkiat jumlah data korban konfilik yang sudah menerima lahan. Namun hingga saat ini, kata dia, surat itu tidak ada jawaban.
“Dimana lahan itu akan diberikan, sebab kita tahu semua lahan di Aceh ini sudah banyak perusahaan yang berdiri. Bagaimana mekanisme pembagian lahan tersebut,” ujar Khairil.
Praktisi Hukum Siti Rahmah menyampaikan persoalan ini perlu keseriusan pemangku kepentingan di Aceh agar bisa mengambil kebijakan yang dapat menyejahterakan masyarakat utamanya korban konflik.
“Sebab ini sudah bertahun-tahun tapi belum ada kejelasan dari pihak pemerintah. Hari ini banyak permaslahan yang belum kongkrit. Ini hanya butuh regulasi saja, kalau regulasinya sudah jalan maka bisa jalan,” ujarnya.
Deputi I BRA Bidang Kebijakan dan Kajian Strategis Agusta Mukhtar menyampaikan selama ini yang menjadi permasalahan pembagian tanah untuk eks kombatan GAM adalah banyak daerah di Aceh yang tak punya lahan.
“Ada pun lahannya, tapi tidak bagus kan sama saja. Ini masalah tanah adalah amanah MoU Helsinki,” katanya.
Dosen Hukum USK, Bakti Siahaan menyebutkan Tapol-Napol dan orang-orang korban konflik yang jumlahnya tentu berbeda. Eks Kombatan sebanyak 37000 lebih, Tapol-Napol 4000 lebih dan korban konflik lebih dari 3000.
“Di sini harus memperjelas posisi BRA, apakah bersifat final untuk menyatakan proses penyelesaian hak-hak korban konflik, sehingga kita akan bertanya siapa yang bertanggungjawab untuk menyelesaikan hak-hak,” ungkapnya.
Dia berharap dari forum diskusi ini harus muncul keseriusan siapa dan melakukan apa untuk menyelesaikan lahan mantan kombatan, Tapol-Napol dan korban konflik.
Menurutnya, kalau diserahkan kepada BPN mereka harus ada intruksi khusus, mereka kerja sangat nomenklaturis.
“Catatan saya mari kongkritkan untuk menyelesaikan lahan eks kombatan, Tapol-Napol dan korban konflik dan kemudian meminta kepada siapa pemengang mandat tertinggin sehingga masukan ini harus sampai kepada Presiden,” pungkasnya. (IA)