Jakarta — Anggota Komisi VI DPR RI asal Aceh Rafli menanggapi keputusan Pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi.
Ia meminta kebijakan yang diumumkan Presiden RI Joko Widodo sekitar pukul 14.30 Wib, pada Sabtu (3/9/2022) itu dicabut karena tidak pro rakyat.
“Kita dari awal tegas menolak kenaikan harga BBM, karena tidak pro rakyat. Bahkan melalui rapat paripurna. Kita harap kebijakan ini di cabut. Karena kalau tidak berarti ada yang salah dalam mengelola Negara ini khususnya terkait BBM,” tegas Rafli, Sabtu (3/9).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menjabarkan kenaikan harga BBM terbaru, yakni harga Pertalite dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter.
Harga Solar subsidi dari Rp 5.150 per liter menjadi Rp 6.800 per liter.
Harga Pertamax dari Rp 12.500 menjadi Rp 14.500 per liter
Rafli menambahkan, kenaikan harga BBM yang berlaku mulai Sabtu siang tadi, tidak tepat. Mengingat kondisi masyarakat baru juga bangkit dari terpuruknya ekonomi setelah pandemi.
Apalagi dengan iming-iming kompensasi berupa BLT sebesar Rp 150.000 per bulan bagi masyarakat selama 4 bulan. Tentu hal ini kita tentang,” ujar politisi PKS itu.
Rafli menilai, keliru jika terjadi kenaikan harga di tengah minyak mentah dunia turun sekitar 30 Dollar per barel.
“Belum lagi kalau kita bandingkan BBM di Malaysia yang jauh lebih murah dibanding negara kita. Ingat, dampak kenaikan BBM akan membuat harga barang naik, terutama bahan pokok. Kebijakan ini adalah kesengsaraan bagi rakyat kecil dan menengah, buruh, supir angkutan, ojek online, dan lain-lain sangat terdampak,” tandasnya
“Jika Pemerintah belum bisa buat rakyat bahagia, maka tidak usah juga menambah beban yang menyengsarakan rakyat dengan kebijakan menaikan harga BBM seperti ini,” pungkas Rafli. (IA)