BANDA ACEH – Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Sulaiman SE sepakat dengan salah satu pengusaha Aceh Nahrawi Noerdin alias Toke Awi yang meminta pelayanan bank syariah di Aceh minimal selevel dengan bank Konvensional.
Hingga saat ini menurut Sulaiman, bank syariah yang beroperasi di Aceh masih sangat lemah pelayanan, bahkan sempat merugikan masyarakat banyak.
“Seperti kejadian beberapa waktu lalu, pemotongan saldo yang berlebihan, belum lagi ATM masih banyak yang eror dan juga pelayanan lainnya yang menyangkut dengan kepentingan masyarakat dalam segi perbankan di Aceh,” ujar Sulaiman, Sabtu, 15 Oktober 2022.
Apa yang disampaikan oleh salah satu pengusaha Aceh Nahrawi Noerdin diharapkan dapat menjadi masukan bagi dunia perbankan di Aceh.
“Karena memang, selama ini pelaku usaha di Aceh kesulitan akses modal, sistem perbankan masih sangat terbatas. Dengan kondisi bank syariah, terutama Bank Aceh Syariah dan Bank Syariah Indonesia (BSI) yang saat ini beroperasi di Aceh tidak dengan segera memperbaiki pelayanan, maka akan berdampak buruk terhadap peningkatan perekonomian di Aceh,” sebutnya.
Sulaiman juga berpendapat, belum maksimalnya pelayanan bank syariah di Aceh akan berdampak pula kepada penerapan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di Provinsi Aceh, sehingga selama ini terkesan Qanun itu yang salah.
“Padahal, kedua bank syariah di Aceh belum mampu menyamakan pelayanan minimal seperti bank konvensional. Apalagi Bank Aceh Syariah,” sebutnya.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Aceh menyampaikan perkembangan ekonomi Aceh yang perlu menjadi perhatian perbankan di Aceh, antara lain laju pertumbuhan ekonomi Aceh Q2-2022 sebesar 4,36 persen (yoy) atau masih di bawah pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,44 % (yoy).
“Masyarakat yang fokus pada usaha kecil dan menengah masih banyak yang gulung tikar akibat pandemi covid, seharusnya bank di sini hadir untuk membantu para pelaku usaha, melakukan pendampingan hingga para pelaku usaha benar benar mandiri,” sebut politisi Partai Aceh itu.
Di samping itu, bank syariah yang ada di Aceh wajib mengakomodir dan memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi oleh para pengusaha yang ada di Aceh dan juga para investor yang berinvestasi dan akan berinvestasi di Aceh.
“Manajemen Bank di Aceh jangan terus menerus membiarkan masalah atau keluhan para pengusaha di Aceh tanpa memberikan solusi untuk persoalan yang dihadapi oleh pengusaha itu sendiri,” pungkas Sulaiman.
Swebelumnya, seorang pengusaha di Aceh, Nahrawi Noerdin, menilai Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di daerah ujung barat Sumatera itu belum terwujud seperti harapan masyarakat.
Menurut Nahrawi Noerdin, hingga saat ini pelayanan bank syariah di Aceh masih cukup jauh dari harapan, terutama bagi kalangan dunia usaha.
Hal tersebut disampaikan Nahrawi yang juga Ketua Umum Hiswana Migas Aceh dalam keterangannya kepada wartawan di Banda Aceh, Jumat (14/10/2022).
“Ketika hal-hal yang menyangkut masalah layanan primer sebuah lembaga keuangan saja masih terkendala dan jadi keluhan masyarakat, maka kita tidak bisa berharap banyak akan adanya layanan inovatif yang sifatnya next level service seperti yang pernah diberikan sebelumnya oleh bank-bank konvensional yang pernah hadir dan melayani masyarakat serta dunia usaha di Aceh selama bertahun-tahun,” katanya.
Bagi Nahrawi, kondisi tersebut yang membuat masyarakat hingga dunia usaha di Aceh belum bisa ‘move on’ ditinggalkan oleh bank konvensional.
“Level layanan yang diberikan bank syariah yang beroperasi di Aceh saat ini masih jauh di bawah level layanan bank konvensional yang sebelumnya ada. Maka peran bank konvensional, terutama bagi dunia usaha di Aceh harus diakui masih belum tergantikan,” ungkapnya.
Nahrawi menjelaskan, untuk mendapatkan layanan bank konvensional, maka masyarakat harus pergi dari Aceh, dan itu mendatangkan kesulitan baru bagi dunia usaha di daerah ini, yang mau tidak mau terpaksa menggunakan jasa mereka dari luar Aceh.
“Sebaliknya tidak mudah juga bagi bank konvensional yang beroperasi di luar Aceh untuk memberikan layanan kepada nasabah yang dari Aceh. Jadilah kita sama-sama sulit. banknya sulit, dunia usahanya sulit,” tutur Nahrawi.
Jika kondisi ini terus berlarut, Nahrawi menilai Aceh jadi terisolir secara nasional dan internasional dalam urusan transaksi keuangan.
“Akses dan layanan keuangan yang bisa dinikmati oleh saudara-saudara kita di seluruh Indonesia tidak bisa dinikmati di Aceh. Itu cukup besar pengaruhnya bagi dunia usaha dan bagi perekonomian Aceh.”
“Siapapun yang akan berurusan di Aceh, baik untuk bisnis maupun berkunjung untuk tujuan wisata, ada variable baru yang harus diperhitungkan, yaitu masalah transaksi keuangan,” tambah Nahrawi.
Nahrawi berharap, Qanun LKS yang punya tujuan baik dan mulia serta sesuai dengan nilai-nilai keAcehan dapat menyelesaikan proses transisi ini.
“Sejatinya sebelum bank syariah ini siap dalam artian berada pada level yang ideal untuk pelayanan, maka bank konvensional harus tetap dibolehkan beroperasi untuk melayani masyarakat,” ujar Nahrawi.
Transformasinya, terang Nahrawi, akan berjalan dengan smooth dan smart. Di sisi lain, katanya, bank yang akan mengambil estafet pelayanan punya waktu yang cukup untuk meningkatkan sistem IT-nya, mengupgrade man powernya, dan memperkuat networkingnya dengan bank-bank nasional dan internasional.
“Bank konvensional masih dibutuhkan hingga bank-bank syariah siap dan berada pada level yang sama dalam memberi layanan keuangan kepada masyarakat,” ucap Nahrawi. (IA)