BANDA ACEH — Kantor Dewan Pimpinan Pusat Partai Aceh di Jalan Dr Mr T Muhammad Hasan Gampong Blang Cut, Kecamatan Lueng Bata, Kota Banda Aceh, sejak kemarin, Jum’at pagi, 2 Desember 2022 dikepung dan dikawal ketat oleh puluhan aparat kepolisian dengan bersenjata lengkap.
Mereka merupakan gabungan dari Polda Aceh, Polresta Banda Aceh dan Polsek Lueng Bata serta ditambah puluhan personel Satpol PP Pemerintah Aceh.
Pengepungan tersebut berlangsung menjelang peringatan Milad ke-46 Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang jatuh pada 4 Desember 2022.
Juru Bicara Partai Aceh Nurzahri mengaku aneh dan heran dengan pengepungan dan pengawalan ketat Kantor Partai Aceh.
Menurut Nurzahri, sampai saat ini tidak ada keterangan yang jelas terkait penyebab pengepungan tersebut, informasi yang diberikan oleh para petugas juga kabur.
“Mereka hanya menunjukkan sekilas surat tugas dari Polda Aceh tentang penugasan mereka tanpa memberikan keterangan lebih lanjut, dan bahkan surat tugas tersebut tidak diberikan pertinggal untuk pihak Partai Aceh, begitu juga surat pemberitahuan tidak ada sama sekali,” ujar Nurzahri ketika dikonfirmasi, Sabtu (3/12) siang.
Menurut keterangan salah satu aparat yang bertugas tersebut, mereka akan mengepung Kantor Partai Aceh dari tanggal 2 sampai 6 Desember 2022 di semua sisi kantor baik depan samping maupun belakang kantor.
“Kami dari pengurus Partai Aceh tentunya sangat berkeberatan dan protes dengan tindakan pengepungan yang tidak berdasar ini, karena terkesan sangat arogan dan sangat militeristik, apalagi Partai Aceh adalah sebuah lembaga politik yang telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan telah masuk dalam pemerintahan Indonesia secara resmi,” terangnya.
Juru Bicara PA Nurzahri juga sangat menyesalkan tindakan sewenang-wenang ini karena dapat menghambat kinerja Partai Aceh yang merupakan lembaga publik, dimana setiap harinya sangat banyak masyarakat yang datang ke kantor Partai Aceh dengan berbagai keperluan.
“Dan kini akibat pengepungan aparat kepolisian tersebut, masyarakat menjadi ketakutan untuk datang ke kantor PA karena ada aparat yang bersenjata,” sebutnya.
Seharusnya, kata Nurzahri, setelah 17 tahun perdamaian, pola-pola militeristik dengan pendekatan bersenjata tidak lagi menjadi pilihan pihak kepolisian dalam melakukan tindakan terkecuali dalam kasus-kasus kriminal.
“Sepertinya gaung reformasi Polri yang didengungkan oleh Kapolri sejak mencuatnya kasus Ferdy Sambo hanya merupakan jargon semata, faktanya, di lapangan terutama di Aceh, jargon reformasi polsi yang lebih humanis tidak dilaksanakan sama sekali.
Kami berharap Kapolri bisa mengevaluasi kinerja Polda Aceh dan menempatkan sosok-sosok yang lebih humanis sehingga kesan Aceh sebagai daerah yang telah damai dapat benar-benar terwujud agar kita dapat membangun Aceh demi kesejahteraan rakyat,” pungkas Nurzahri, Jubir Partai Aceh. (IA)