Banda Aceh — Divisi Humas Mabes Polri menggelar diskusi penyelesaian sengketa informasi dengan Komisi Informasi di kewilayahan Polda Aceh, di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh, Rabu (5/8).
Tim Divisi Humas Polri yang hadir Kabag Anev Biro PID Divhumas Polri Kombes Pol Sugeng Hadi Sutrisno, Kabag Yaninfodok Biro PID Divhumas Polri Kombes Pol Tjahyono Saputro, AKBP Trihastuti dan 2 orang PNS Biro PID Divhumas Polri.
Diskusi penyelesaian sengketa informasi itu dibuka Kapolda Aceh Irjen Pol Wahyu Widada, dan dihadiri Irwasda Kombes Pol Marzuki Ali Basyah, sejumlah Pejabat Utama dan Ketua Komisi Informasi Aceh (KIA) Aceh Drs. Yusran, M.Si.
Amanat tertulis Kadiv Humas Polri yang dibacakan Kabag Yaninfodok Biro PID Divhumas Polri Kombes Pol Tjahyono Saputro, diantaranya menyampaikan, Polri sebagai badan publik selain bertugas sebagai pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat, Polri juga harus mampu menjamin kenyamanan bagi masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya baik dalam memberi maupun menerima informasi.
Dikatakannya, Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang keterbukaan informasi publik, telah mengamanatkan badan publik termasuk Polri untuk memberikan layanan informasi yang antara lain, menyediakan, memberikan, menerbitkan informasi publik yang berada dibawah kewenangannya, baik secara berkala, serta merta, maupun setiap saat kepada masyarakat ataupun badan hukum yang membutuhkan informasi dengan prinsip mudah, cepat, dan murah, dan jika tidak dapat memberikan layanan informasi yang tepat maka akan berakibat pada terjadinya sengketa informasi.
Pelayanan informasi ini, tentu harus diselenggarakan secara sungguh-sungguh, dan diperlukan uji konsekuensi informasi yang dikecualikan secara benar.

Dalam pasal 17 Undang-undang keterbukaan informasi publik diatur mengenai informasi yang dikecualikan, yaitu informasi yang tidak bisa dibuka/diakses oleh publik/masyarakat.
Pengecualian informasi ini juga harus sudah melalui proses mekanisme uji konsekuensi terhadap informasi yang dikecualikan dan kemudian ditetapkan dalam sebuah surat penetapan hasil uji konsekuensi terhadap informasi yang dikecualikan.
“Uji konsekuensi ini wajib dilaksanakan oleh pejabat pengelola informasi dan dokumentasi,” katanya.
Hasil uji konsekuensi terhadap informasi yang dikecualikan ini bertujuan untuk melindungi dokumen yang bersifat rahasia dan bukan untuk konsumsi publik, katanya.
Polri sebagai badan publik yang mempunyai kewajiban memberikan informasi, Polri juga mempunyai hak menolak memberikan informasi yang sifatnya dikecualikan sesuai dengan pasal 17 UU Nomor 14 Tahun 2008.
Informasi yang dikecualikan sesuai pasal 17 UU No. 14 Tahun 2008 sebagai berikut:
a. Informasi yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat menghambat proses penegakan hukum.
b. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat mengganggu kepentingan perlindungan hak atas kekayaan intelektual dan perlindungan dari persaingan usaha tidak sehat.
c. Informasi publik yang apabila dibuka dan diberikan kepada pemohon informasi publik dapat membahayakan pertahanan dan keamanan negara.
Dikatakannya, untuk memberikan pelayanan yang baik terhadap permohonan informasi publik, badan publik wajib menunjuk pejabat pengelola informasi dan dokumentasi atau PPID.
PPID mempunyai kewajiban menyampaikan informasi terbuka kepada publik. PPID berada di masing-masing satker serta satwil yang mempunyai kewajiban membuat daftar informasi publik (DIP) dan daftar informasi yang dikecualikan (DIK). PPID mempunyai kewajiban membuat uji konsekuensi terhadap informasi yang dikecualikan di satker nya masing-masing, katanya.
Sesuai pasal 22 Undang-undang No. 14 Tahun 2008 diatur tentang mekanisme memperoleh informasi. Jika ada permohonan informasi, maka kewajiban kita sebagai badan publik wajib memberikan jawaban kepada pemohon informasi tersebut dalam waktu sepuluh hari kerja.
“Apabila dalam waktu sepuluh hari kerja informasi tersebut belum bisa diberikan, maka kita wajib membuat surat kepada pemohon informasi untuk dapat diperpanjang selama tujuh hari kerja,” katanya.
Perlu diingat, membiarkan atau tidak menjawab memberikan informasi sama halnya dengan menolak memberikan informasi.
Apabila dalam jangka waktu 17 hari kerja pemohon informasi belum mendapat informasi yang diminta, maka pemohon informasi dapat mengajukan keberatan kepada atasan PPID. “Dalam jangka waktu 30 hari kerja kita wajib menyelesaikan sengketa informasi tersebut,” terangnya.
Kemudian apabila dalam jangka 30 hari kerja belum juga ada penyelesaian, maka pemohon informasi dalam waktu 14 hari kerja dapat mengajukan gugatan sengketa informasi ke Mahkamah Komisi Informasi dan ke PTUN.
Apabila ada permohonan informasi dan dalam jangka waktu 17 hari kerja setelah melewati proses sengketa informasi baik di tingkat atasan PPID, di Mahkamah Komisi Informasi, di tingkat PTUN tidak dapat memenuhi informasi yang diminta, maka kita sebagai badan publik dapat dikenakan sanksi pidana dengan ancaman hukuman penjara selama satu tahun dan denda Lima Juta Rupiah (sesuai pasal 51 UU KIP).
Dikatakannya, untuk menghindari sengketa informasi atau penyelesaian sengketa informasi tersebut maka hari ini kita berdiskusi dengan Komisi Informasi Provinsi Aceh agar kita mendapatkan wawasan dan mengetahui mekanisme penyelesaian sengketa informasi yang baik dan benar.
Kapolda Aceh menyampaikan, Humas merupakan garda terdepan membangun opini publik terhadap kinerja Polda Aceh maupun dalam penyampaian informasi kepada masyarakat yang up to date serta mampu memberikan pelayanan informasi yang positif dengan cepat dan akurat sehingga dapat mencegah sengketa informasi yang terjadi di kemudian hari. (IA)