Banda Aceh — Seluruh lembaga keuangan yang saat ini beroperasi di Provinsi Aceh seperti perbankan, wajib menjalankan seluruh transaksinya dengan sistem syariah paling telat tahun 2021 mendatang.
Hal ini sesuai dengan perintah Qanun (Perda) Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS). Dimana, dalam peraturan itu bank konvensional dan lembaga jasa keuangan lainnya di Aceh harus menyesuaikan dan beralih ke syariah.
Untuk itu, diberikan kesempatan bagi bank konvensional guna beralih ke syariah. Hal itu paling lambat 2021 atau tiga tahun sejak qanun ini diundangkan tahun 2018.
Namun di tengah semakin dekatnya waktu penerapan Qanun LKS ini, tiba-tiba saja muncul suara penolakan dari segelintir LSM, pengusaha dan pelaku bisnis yang selama ini sudah terlalu nikmat dan nyaman dengan bank konvensional, mengaku tidak siap menjalankan dan menentang pemberlakuannya, lalu meminta penundaan.
Dengan beragam alasan, bahkan, mereka ingin mengajak dialog Pemerintah Aceh dan DPR Aceh, agar mengevaluasi lagi Qanun LKS tersebut agar tidak jadi diberlakukan tahun depan.
Yang intinya mereka ingin adanya perpanjangan waktu untuk terus hidup dengan sistem riba di Aceh yang notabene sebagai provinsi yang menjalankan syariat Islam.
Sementara di pihak lain, kalangan perbankan konvensional yang ada di Aceh saat ini di waktu yang masih tersisa beberapa bulan lagi, mereka justru terus berlomba-lomba bank-nya dikonversi ke sistem syariah dan satu persatu menutup konvensional di provinsi ini.
Menanggapi itu, Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Provinsi Aceh, Aminullah Usman menegaskan tidak perlu lagi ada penundaan pemberlakuan qanun LKS tersebut.
Aminullah juga mengingatkan seluruh lembaga keuangan konvensional di Aceh agar segera beralih ke sitem syariah, paling telat Januari 2021.
“Ini merupakan amanah Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah”.
Bukan hanya perbankan, tapi juga pegadaian, asuransi, pasar modal, koperasi, leasing, dan lembaga keuangan lainnya wajib beroperasi secara syariah mulai tahun depan. Bagi yang masih konvensional, segera siapkan diri beralih ke sistem syariah,” harapnya.
Pendirian lembaga keuangan syariah ini dirasakan mendesak sebagai tindak lanjut pelaksanaan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pokok-Pokok Syariat Islam.
Kehadiran LKS di Aceh, dirasakan sudah sangat mendesak karena hal tersebut merupakan satu pilar pelaksanaan syariat Islam di bidang muamalah.
Kondisi tersebut ditambah lagi dengan banyaknya modal pihak ketiga yang masuk ke Aceh. Di mana dalam operasionalnya tidak dilaksanakan berdasarkan prinsip syariah.
Ketua Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) Kota Banda Aceh Angkasah Djuned sangat mendukung implementasi Qanun No.11/2018 tentang Lembaga Keungan Syariah.
Qanun ini merupakan jalan untuk menghilangkan praktek riba. Qanun LKS adalah ikhtiar kita sebagai muslim untuk menuju kepada kebahagian dunia dan akhirat, toh alasan manusia diciptakan di bumi adalah beribadah kepada Allah.
Bersama Sekretaris Umum Fuadi Abdullah, ia menyayangkan tentang adanya suara-suara gusar daripada pengusaha, pegiat hukum dan beberapa tokoh ekonomi yang merasa terusik dengan implementasi Qanun Nomor 11/2018 tersebut.
“Padahal ini merupakan rahmat Allah yang sangat diimpi-impikan oleh banyak masyarakat yang di Aceh, baik yang muslim bahkan masyarakat non-muslim yang ada di Aceh, bayangkan di saat banyak daerah lain yang masih tenggelam di dalam lumpur riba, kita yang telah selamat dan akan menuju kepada rahmat Allah, masih ada saja oknum yang enggan dan bahkan meminta perpanjangan waktu,” jelasnya.
Angkasah Djuned menambahkan dalam Al-Quran, Allah memaklumkan perang kepada pelaku riba, yang tidak ada pengumuman perang selain kepada pemakan riba. Angkasah Djuned mengutip Alquran surat Al Baqarah ayat 278-279. “Hai orang-orang yang beriman bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu”.
“Satu ayat ini saja seharusnya sudah bisa menutup mulut para oknum yang masih resah dengan hal ini, tidak setuju terhadap penerapan Qanun No. 11/2018, secara tidak langsung mereka telah mendeklarasikan perang terhadap Allah dan Rasulnya, padahal dosa paling rendah daripada pemakan riba adalah seperti dosa dengan ibu kandungnya sendiri,“ tambah Angkasah Djuned.
Selain itu, kata Angkasah Djuned, riba itu ada 73 pintu dosa. Yang paling ringan adalah semisal dosa seseorang yang menzinai ibu kandungnya sendiri. Sedangkan riba yang paling besar adalah apabila seseorang melanggar kehormatan saudaranya.
“Aceh menjadi daerah yang penuh dengan rahmat Allah dimulai dari UU Nomor 18 Tahun 2001 Otonomi Khusus Provinsi Aceh sebagai Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dimana Aceh mendapatkan restu untuk menjalankan syariat Islam sekaffah mungkin, dan penerapan Qanun LKS ini adalah bagian daripada jalan menuju kaffah yang di inginkan oleh Allah SWT,” tegasnya. (IA)