INFOACEH.NET, BANDA ACEH — Adanya pernyataan ahli hukum Zainal Abidin dan mantan Komisioner KIP Aceh Munawarsyah tentang calon yang maju di Pilkada Aceh 2024 wajib lahir di Aceh atau keturunan Aceh telah mengundang polemik di masyarakat.
Karena pernyataan yang didasari pada UU Pemerintahan Aceh Nomor 11 tahun 2006 dan Qanun Nomor 12 tahun 2016 yang telah berubah menjadi Qanun Nomor 7 tahun 2024 yang didefinisikan secara “politis” telah menyebabkan silang pendapat di masyarakat terutama di wilayah barat selatan Aceh dan Tengah-Tengggara pedalaman Aceh.
“Kita bersepakat dengan peraturan perundangan tersebut seperti disampaikan, tapi harus dijelaskan juga siapakah yang dimaksud orang Aceh itu? Apakah orang Aceh yang dimaksudkan hanya Aceh pesisir yang bermakna sempit (berbahasa Aceh),” ujar Dr Nasrul Zaman, pengamat kebijakan publik Aceh, Selasa (16/9).
Atau juga termasuk masyarakat yang beretnis Kluet, Singkil, Alas, Gayo, Pakpak, Simeulue, Pidie, Pase, Tamiang, Aneuk Jamee, Jeumpa
Namun dalam peraturan dan perundangan/qanun yang ada hal itu tidak dijelaskan dengan terperinci, sehingga tidak boleh didefinisikan orang Aceh itu adalah etnis yang bisa berbahasa Aceh saja.
“Oleh karena itu kita berharap jangan sampai ada ahli hukum yang “pansos” dalam masa pilkada serentak kali ini. Misalnya soal calon wali kota Subulussalam yang incumbent, beretnis pakpak/singkil yang akan maju untuk periode kedua sebagai wali kota dan periode ketiga jika dihitung periode pertama sebagai wakil walikota.
Apakah Bacalon Affan Alfian Bintang tersebut harus digugurkan karena tidak bisa berbahasa Aceh?
Pernyataan ahli hukum itu sebaiknya jangan tendensius dan memecah belah rakyat Aceh dan mengganggu kondisi damai yang sedang kita nikmati selama ini.
Soal ada beda penafsiran dan maksud tujuan biarlah menjadi kewenangan KIP Aceh dan kabupaten/kota yang telah menyelenggarakan Pilkada dengan menggunakan UUPA Nomor 11 tahun 2006 berulang kali.
“Tentu saja rakyat Aceh berharap semua yang telah lahir, berdomisili dan berkehidupan di Aceh dan menjadi bagian dari sub etnis Aceh dapat ikut berkompetisi untuk menjadi pemimpin rakyat dengan mekanisme pilkada agar bisa berbuat lebih banyak lagi sebagai pemimpin rakyat,” pungkas Nasrul Zaman.