Infoaceh.net, Banda Aceh — Terhentinya debat publik ketiga Pasangan Calon Gubernur/Wakil Gubernur Aceh pada Selasa malam (19/11/2024) dinilai kesalahan fatal Komisi Independen Pemilihan(KIP) Aceh.
Bahkan, mereka berada di titik minus dan menjelma jadi “Predator Demokrasi” paling membahayakan saat ini.
Demikian pernyataan dari Tim Pembela Hukum dan Demokrasi (TPHD) Aceh kepada awak media Jum’at (22/11/2024).
Kordinator TPHD Aceh Teuku Alfian SH menuturkan, tindakan KIP Aceh yang secara sepihak menghentikan proses debat adalah pelanggaran nyata, lanjutan dari pelanggaran pelanggaran sebelumnya, karena tidak profesional, minim integritas dan terlalu lemah dalam menjalankan fungsi.
Selain itu, KIP Aceh terindikasi tidak bertanggung jawab, tidak berlaku adil, dan cenderung berupaya menguntungkan pasangan calon tertentu.
“Keliatan jelas dalam cara mereka menyikapi masalah, menanganinya, dan jalan keluar yg ditempuh. Berdasarkan fakta yg ada, terhadap semua dinamika lapangan yang muncul di lokasi debat, maupun dinamika paska penghentian sepihak, KIP memang seperti tidak mampu mengelola tahapan debat dengan baik dan profesional. Parahnya lagi, Rakor persiapan debat tidak melibatkan Pengawas, dan tidak seorangpun Komisioner Pengawas terlihat hadir dalam debat ketiga.
Ketika mendadak muncul insiden yang disengaja seperti terlihat kemarin, KIP sangat tidak profesional dan cenderung berpihak dalam menyikapi.
Mereka tidak terapkan SOP yg mereka putuskan sendiri dan sudah disepakati bersama dalam Rakor. Akhirnya penyelesaian yg ditempuh jadi serampangan dan terlihat jelas tidak adil,” urai Teuku Alfian.
“Alasan gagalnya debat ketiga, dan tidak dilanjutkan karena pelanggaran Tatib dan problem durasi siar, itu cuma akal-akalan mendadak untuk membodoh-membodohi publik. Tidak ada relevansinya secara apapun. Terbukti soal Tatib sudah dikoreksi oleh Komisioner KIP yang lain.
Dan soal durasi waktu siar, itu tergantung klausul yg diperjanjikan dalam kontrak kerjasama para pihak.
itu murni hub. Bisnis yang diperjanjikan antara penyedia hak siar dengan penyelenggara pilkada.
Dibenarkan dan diperbolehkan melakukan penyiaran, tapi bukan sesuatu yang diwajibkan dalam pelaksanaan. Tapi para pihak wajib berpegang pada klausul kerjasama yang diperjanjikan.