Infoaceh.net, Banda Aceh — Pelaksanaan syariat Islam di Aceh yang telah berlangsung selama dua dekade lebih mengalami pergeseran nilai akibat budaya luar yang masuk ke Aceh sehingga melemahkan penerapannya.
Salah satu yang dirasakan dampaknya yaitu praktik prostitusi yang kian merebak.
20 tahun lalu, orang Aceh sudah menutup aurat atau berjilbab dan hampir tidak terlihat laki-laki dengan perempuan berboncengan ngangkang kecuali bagi yang sudah nikah.
Duduk berboncengan bagi yang belum nikah aib di masa itu. Kemudian hampir tidak terlihat perempuan duduk di warung kopi.
“Tapi sesudah tsunami, masuklah pengaruh dari orang-orang luar, seperti NGO dan LSM yang memiliki misi terselubung melemahkan penerapan syariat Islam dengan memperkenalkan budaya itu semua.
Sehingga ditiru dan dipraktekkan oleh masyarakat. Saat budaya luar itu merambah ke kalangan mahasiswa dan mahasiswi yang notebene kuliah di Banda Aceh, maka mereka membawa kebiasaan tersebut ke kampung halaman dan dilihat oleh masyarakat,” ujar Da’i Kondang sekaligus Pimpinan Dayah Babul Maghfirah, Cot Keu’eung, Aceh Besar, Ustaz Masrul Aidi Lc saat mengisi pengajian Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI) di Masjid Baitul Muttaqin, Kopelma Darussalam, Rabu malam (29/1) dengan tema “Syariat Islam Melonggar, Prostitusi Beraksi?
Ustaz Masrul mengatakan, sebagian masyarakat Aceh punya sifat permisif yakni semacam pembolehan, atau suka mengizinkan terhadap kebiasaan yang dimaksud.
“Saat di kampung, berawal dari pembiaran kepada satu atau dua orang yang berboncengan ngangkang, maka orang lain pun mulai mencoba-coba yang akhirnya maraklah dengan pergaulan bebas, dan ini merusak nilai-nilai syariat Islam,” katanya.
Ustaz Masrul menjelaskan, prinsip syariat Islam yang diterapkan hari ini berbalik dengan yang didakwahkan oleh Rasulullah SAW, para sahabat serta para ulama.
Di dalam Islam kata Ustaz Masrul, tidak ada ayat dan hadits yang melarang zina, tapi yang ada larangan mendekati zina sebagaimana yang terdapat dalam surat Isra’ ayat 32.