Jakarta – Di tengah pandemi virus corona Covid-19 yang masih melanda berbagai negara, termasuk Indonesia, Mandiri Syariah berhasil mempertahankan kinerja positif. Capaian ini terlihat dari tumbuhnya sejumlah indikator bisnis utama, dan raihan laba setelah pajak hingga akhir Agustus 2020.
Laba bersih yang dihimpun perseroan hingga penghujung Agustus 2020 tumbuh 26,58 persen secara tahunan (year on year) menjadi Rp 957 miliar (unaudited). Selain itu, juga berhasil meningkatkan pembiayaan hingga 6,18 persen yoy menjadi Rp 76,66 triliun di periode yang sama. Pembiayaan segmen ritel tumbuh 12,52 persen menjadi Rp 48,55 triliun seiring strategi fokus yang ditetapkan.
Direktur Utama Mandiri Syariah, Toni EB Subari mengatakan, peningkatan laba bersih dan pembiayaan ditopang pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 13,17 persen secara yoy menjadi Rp 99,12 triliun per Agustus. Sementara itu, rasio Non Performing Finance (NPF) perseroan berhasil ditekan 0,27 persen secara yoy menjadi 2,51 persen di periode yang sama.
“Tren yang sama juga terjadi dari sisi pembiayaan dan pendanaan. Pertumbuhan dua indikator ini pada industri perbankan syariah selalu melampaui angka yang diraih perbankan konvensional,” ujarnya.
Meski berpotensi tumbuh pesat, sejumlah tantangan harus dijawab pelaku industri perbankan syariah saat ini. Salah satunya, perbankan syariah harus terus menggencarkan upaya meningkatkan tingkat inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat.
Toni yang juga menjabat sebagai Ketua Perkumpulan Bank Syariah Indonesia (Asbisindo) menyebut, tantangan bagi pelaku perbankan syariah adalah meningkatkan rasio inklusi dan literasi keuangan syariah masyarakat. Secara konsep layanan yang ditawarkan perbankan syariah jelas berbeda dengan bank konvensional.
Selain itu, bisnis perbankan syariah sejalan dengan prinsip keuangan berkelanjutan yang mengutamakan pengembangan manusia, alam, serta keuntungan (people, planet, profit). Perbedaan lainnya, setiap laba bersih bank syariah sudah dipotong zakat 2,5 persen.