Menanggapi hal tersebut, Hernadi menyampaikan komitmen Kementerian Hukum RI untuk mendukung Aceh dalam proses harmonisasi regulasi. “Pemerintah Pusat melalui Kemenkumham akan tetap membantu Aceh. Masalah pilihan hukum akan kita bahas secara teknis, apakah akan memakai Perpres atau PP. Semoga segera kita bentuk drafnya,” ujar Hernadi.
Hernadi juga menggarisbawahi bahwa pendekatan omnibus law bukan hal baru dalam sistem perundang-undangan Indonesia. “Kita sudah punya beberapa regulasi berbasis omnibus, seperti UU Cipta Kerja, UU Kesehatan, UU Harmonisasi Peraturan Pajak, dan UU Penguatan Sektor Keuangan. Semoga Aceh bisa memulai langkah baru, apakah dalam bentuk PP atau perpres,” jelasnya.
Diskusi tersebut turut disaksikan Malik Mahmud Al-Haytar, Wali Nanggroe Aceh. Kehadirannya menunjukkan dukungan penuh terhadap upaya percepatan implementasi MoU Helsinki melalui penyelarasan regulasi. Ia didamping Katibul Wali Abdullah Hasbullah dan sejumlah anggota tim lainnya.
Mengakhiri pertemuan, baik Tim Aceh maupun Kemenkumham sepakat bahwa percepatan pelaksanaan UUPA membutuhkan payung hukum tambahan. Hernadi menyatakan, “Untuk mempercepat implementasi UUPA, memang diperlukan aturan pelaksana lain yang bisa mengharmonisasikan UUPA dengan peraturan sektoral lainnya. Ini bagian dari mewujudkan amanah MoU Helsinki.”
Pertemuan ini menjadi langkah menuju terobosan hukum yang diharapkan dapat memperkuat otonomi Aceh sekaligus mempercepat pembangunan yang berlandaskan kesepakatan damai yang telah dirintis hampir dua dekade silam.