Banda Aceh, Infoaceh.net – Provinsi Aceh bersiap menghadapi krisis fiskal pada tahun 2026. Pemerintah Pusat berencana memangkas dana transfer ke daerah (TKD) untuk Aceh hingga 25 persen, di saat bersamaan Dana Otonomi Khusus (Otsus) juga terus menyusut dan akan berakhir pada 2027.
Kebijakan ini menambah tekanan keuangan daerah. Tahun 2025 saja, dana transfer yang diterima Aceh sudah dikurangi sekitar Rp400 miliar, dan pada 2026 pemangkasan diperkirakan mencapai hampir Rp1 triliun.
Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Ali Basrah, menilai situasi ini sebagai peringatan serius agar Aceh segera berbenah dan mandiri dalam mengelola keuangan daerah.
“Selama ini kita terlalu nyaman karena Otsus selalu ada. Begitu tinggal satu persen dan sebentar lagi berakhir, baru kita mulai sadar,” ujar Ali Basrah saat menerima audiensi pengurus Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Aceh di Kantor DPRA, Kamis (16/10/2025).
Menurutnya, kemandirian fiskal bisa dicapai dengan memperkuat Pendapatan Asli Aceh (PAA), terutama dari pajak, retribusi, serta pemanfaatan sumber daya alam dan sektor ekonomi produktif.
Untuk itu, DPRA telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Minerba guna memastikan pengelolaan tambang dan hasil bumi tidak lagi merugikan Aceh.
“Kita punya tambang, sawit, dan komoditas besar lainnya. Tapi yang kita dapat masih kecil karena lemahnya pengawasan dan kebocoran pajak,” kata politisi Partai Golkar itu.
Pansus Minerba menemukan indikasi kebocoran pajak yang signifikan, termasuk sejumlah perusahaan yang belum menyetor pajak hingga mencapai Rp45 miliar.
Sementara itu, penerimaan pajak kendaraan bermotor hingga akhir September 2025 masih defisit Rp160 miliar dari target.
Kepala Badan Pengelolaan Keuangan Aceh (BPKA) menjelaskan, penurunan penerimaan ini dipicu oleh rendahnya kepatuhan wajib pajak serta turunnya penjualan kendaraan baru.
Sebagai langkah perbaikan, Pemerintah Aceh akan meluncurkan program pemutihan pajak kendaraan pada November hingga Desember 2025.
“Kalau program ini sukses, bisa menambah penerimaan dua kali lipat, bahkan di atas Rp300 miliar,” ujar Ali optimistis.
Meski begitu, ia mengingatkan bahwa pemotongan dana pusat tetap berpotensi menghambat pembangunan daerah jika tidak diimbangi dengan kebijakan fiskal yang tepat.
Karena itu, ia meminta Pemerintah Pusat meninjau ulang rencana pemangkasan TKD agar tidak berdampak negatif pada program pembangunan yang sudah berjalan.
Selain itu, Ali Basrah menegaskan pentingnya percepatan revisi Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh, khususnya terkait Dana Otsus. Berdasarkan regulasi tersebut, Otsus diberikan selama 20 tahun, dengan skema 2 persen dari DAU nasional selama 15 tahun pertama, dan 1 persen pada lima tahun terakhir (2023–2027).
“DPRA sudah membahas dan memutuskan delapan pasal direvisi serta satu pasal baru tentang pajak daerah. Rancangan revisi ini sudah disepakati masuk dalam Prolegnas 2026 oleh Baleg DPR RI, tinggal menunggu paripurna,” jelasnya.
Ia berharap, revisi UU tersebut dapat segera disahkan sebelum masa Otsus berakhir.
“Harapan kita jelas, Otsus Aceh jangan berakhir. Kalau bisa diperpanjang tanpa batas waktu, dengan nilai 2,5 persen dan kewenangan penuh di daerah,” pungkasnya.