BANDA ACEH — Provinsi Aceh tetap menjaga toleransi antar umat beragama, tidak hanya di tingkat internal maupun di eksternal. Bahkan selama ini, tidak terjadi konflik yang berkepanjangan terutama bagi minoritas.
Hanya saja, di internal dalam Islam masih saja terjadi, walaupun seputar khilafiyah yang berkenaan dengan jumlah rakaat salat tarawih pada bulan puasa, qunut dan tidak qunut.
Hal ini disampaikan, Kakanwil Kementerian Agama (Kemenag) Aceh, Dr Iqbal Muhammad, pada FGD “Moderasi Beragama bagi Generasi Milenial di Aceh” yang digelar Kaukus Wartawan Peduli Syariat Islam (KWPSI), Kamis (28/10) di Rumoh Aceh Cafe Hutan Kota Gampong Tibang Banda Aceh.
Diskusi juga menghadirkan pemateri Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Aceh Prof Dr A Hamid Sarong yang diwakili Wakil Sekretaris Hasan Basri M Nur. Acara dipandu oleh moderator wartawan senior Aceh, Yarmen Dinamika.
Iqbal mengungkapkan, program moderasi merupakan prioritas Kementerian Agama dalam melaksanakan moderasi umat beragama di Aceh.
“Moderasi ini sangat kita dahulukan, selama ini hasil dari kajian bahwa untuk menjaga konflik baik di internal maupun eksternal,” ujarnya.
Ia berharap kepada generasi milenial Aceh, memahami tentang agama Islam maupun agama lain demi menghindari munculnya konflik, munculnya intoleransi bahkan timbulnya terorisme.
“Munculnya ini karena disharmonisasi dalam beragama,” ungkapnya.
Dikatakan, konflik dan teror dapat mengancam stabilitas negara karena keadaan yang disharmoni dan intoleransi tersebut.
“Program moderasi ini agar bagaimana kita beragama dan memahami penafsiran agama yang benar,” harapnya.
Untuk itu ia mengajak, semua elemen dan pengurus KWPSI memberikan pemahaman moderasi beragama kepada masyarakat, dan program ini bisa dilaksanakan dengan baik dalam bermasyarakat.
“Umat hancur karena tidak bersatu, konflik juga karena persoalan-persoalan agama,” ungkapnya.
Kata Iqbal, Islam dan non muslim tidak ada persoalan di Aceh selama ini, hanya yang ada masalah di tingkat internal. Terutama di internal Islam sendiri mengenai khilafiyah yang tidak pernah habis.
Koordinator KWPSI Azhari, mengungkapkan tentang berdirinya KWPSI pada 13 Desember 2012 dari gagasan kawan kawan wartawan dan para akademisi.
“Berdirinya KWPSI telah banyak berkiprah tentang mengawal pelaksanaan syariat Islam yang rahmatan lil alamin,” jelasnya.
Kata Azhari, banyak hal yang dilakukan dalam memberikan masukan kepada pemerintah demi pelaksanaan syariat Islam.
Selain itu, lanjutnya, pengurus KWPSI tidak hanya dari wartawan, akan tetapi juga dari lembaga lainnya, seperti dayah, aparatur pemerintah, akademi dan juga ulama yang bersinergi.
“Kita dari KWPSI juga telah mengawal dan mengadvokasi lahirnya Bank Aceh Syariah serta menggagas hadirnya Qanun Lembaga Keuangan Syariah,” ujarnya.
Ia berharap dari pemikiran masyarakat dan KWPSI untuk mengemas tentang kerukunan umat beragama di Aceh yang terus dijaga, sehingga menjadikan Aceh Nanggroe Toleran.
“kita ingin Aceh sebagai pilot project kerukunan umat beragama,” harapnya.
Sekjen KWPSI Muhammad Saman, menyampaikan toleransi yang sudah berjalan di Aceh supaya terus dirawat dan dipertahankan.
“Kerukunan umat beragama sangat bagus di Aceh, dan penganut minoritas masih terlindungi di bawah naungan syariat,” jelasnya.
Kata Muhammad Saman, kalau ada kekurangan dengan isu intoleransi perlu didiskusikan untuk mencari solusi, sehingga terjaga betul-betul terjaga toleransi.
“Semoga banyak yang bisa kita capai dari diskusi ini dan ada kesepakatan kita di Aceh dengan suasana toleran yang harus kita pegang bersama,” tutupnya. (IA)