Banda Aceh, Infoaceh.net — Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) tengah membahas Rancangan Qanun (Raqan) Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman, dan Perlindungan Masyarakat yang salah satu isinya mengatur pembatasan aktivitas malam bagi perempuan di ruang publik.
Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) terkait Raqan tersebut digelar di Gedung DPR Aceh, Selasa (28/10/2025), dan dihadiri sejumlah unsur pemerintah, akademisi, tokoh masyarakat, serta perwakilan ormas.
Berdasarkan draft Raqan yang diperoleh Infoaceh.net, Rabu (29/10), aturan tersebut terdiri atas 17 Bab dan 115 Pasal yang menekankan penerapan nilai-nilai syariat Islam dalam kehidupan sosial masyarakat.
Salah satu pasal yang menjadi sorotan publik terdapat dalam Bab III tentang Penyelenggaraan Syariat Islam.
Dalam Pasal 6 ayat (2) poin C, disebutkan bahwa pramusaji wanita tidak dibenarkan bekerja di atas pukul 23.00 WIB.
Sementara pada poin berikutnya disebutkan bahwa setiap perempuan wajib meninggalkan tempat usaha seperti warung kopi, kafe, restoran, taman, halte, serta lokasi kuliner lainnya di atas pukul 23.00 WIB, kecuali jika bersama mahramnya.
Ketentuan itu diperkuat dengan Pasal 6 ayat (3) huruf (h) yang berbunyi:
“Setiap orang, aparatur dan badan dilarang melayani pelanggan wanita di atas pukul 23.00 WIB kecuali bersama mahramnya.”
Artinya, tidak hanya perempuan yang diatur, tetapi juga pemilik atau pengelola usaha yang melayani perempuan di atas jam tersebut dapat dikenakan sanksi.
Selain soal jam malam, Raqan ini juga memuat berbagai ketentuan lain terkait penerapan syariat Islam, seperti larangan berpakaian ketat dan tidak sopan, larangan berperilaku asusila di tempat umum, hingga larangan penggunaan lampu remang-remang dan sekat tinggi di tempat usaha yang berpotensi menimbulkan pelanggaran syariat.
Sanksi terhadap pelanggaran ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 8, yang menetapkan hukuman administratif berupa:
a. Teguran lisan
b. Peringatan tertulis;
c. Penyegelan atau penghentian kegiatan sementara
d. Pencabutan izin usaha
e. Pembongkaran
f. Denda administratif.
Namun, sejumlah pasal dalam rancangan ini masih ditandai dengan warna merah, menandakan masih dalam tahap pembahasan dan belum disepakati secara final oleh anggota DPR Aceh.
Komisi I DPR Aceh menyebut, tujuan penyusunan Raqan ini adalah untuk menegakkan ketertiban umum, memperkuat penerapan syariat Islam, serta melindungi masyarakat dari perilaku yang bertentangan dengan norma agama dan adat istiadat Aceh.
Meski demikian, sejumlah kalangan menilai aturan tersebut berpotensi menimbulkan perdebatan, terutama terkait ruang gerak perempuan di ruang publik.
Beberapa pihak meminta agar DPR Aceh berhati-hati dalam merumuskan pasal-pasal agar tidak menimbulkan kesan diskriminatif dan tetap sejalan dengan prinsip keadilan sosial.
Hingga kini, Raqan Penyelenggaraan Ketertiban Umum, Ketenteraman, dan Perlindungan Masyarakat masih dalam tahap pembahasan dan uji publik.



