“Perdamaian Aceh bukanlah akhir dari perjuangan tapi awal dari peralihan perjuangan. Dari perjuangan bersenjata kepada perjuangan diplomasi dan perjuangan politik,” kata Wali Nanggroe.
Malik Mahmud menegaskan, damai belum dirasa cukup jika kehidupan ekonomi Aceh masih bergantung pada APBN dan APBA.
“Oleh karena itu, sangat penting melibatkan masyarakat dunia usaha di luar Aceh, agar lapangan kerja terbuka secara luas yang akan berimbas positif bagi pembangunan dan upaya menurunkan angka kemiskinan di Bumi Serambi Mekah,” imbuh Wali Nanggroe.
Wali Nanggroe meyakini, dengan niat yang tulus, ikhlas dan dukungan yang kuat dari semua pihak, serta mengesampingkan ego sektoral serta menghindarkan diri dari perilaku korup, maka Aceh akan bangkit menjadi daerah yang aman, maju dan makmur.
Dalam sambutannya, Wali Nanggroe mengungkapkan, perdamaian Aceh telah dirangkai oleh Presiden keempat RI Abdurrahman Wahid, di Jenewa Swiss dan dilanjutkan oleh Presiden keenam RI Susilo Bambang Yudhoyono, di Helsinki Finlandia.
“Saya berharap, di masa Pemerintahan Presiden RI ke-7 Bapak Joko Widodo, seluruh butir MoU Helsinki serta sejumlah permasalahan Aceh lainnya dapat segera dituntaskan dan diimplementasikan,” harap wali. (IA)