Banda Aceh – Wali Kota Banda Aceh Aminullah Usman menjelaskan bagaimana mekanisme dan keterlibatan Pemko dalam proyek Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL), pada Focus Group Discussion (FGD) yang digagas mahasiswa Gerakan Aneuk Sadar Sejarah (GASS)
Bertempat di Café Nanggroe kawasan Batoh, Lueng Bata, pada Rabu malam (31/3), kegiatan itu dihadiri puluhan peserta didominasi mahasiswa, warga kota dan para aktivis bidang terkait.
Selain Aminullah, GASS juga menghadirkan Ketua Komisi III DPRK Banda Aceh Teuku Arief Khalifa, Arkeolog Aceh Dr Husaini Ibrahim MSi dan bagian Civil Sosiety Mulizar SPd MPd. Acara dipandu Ilham Rizky Maulana, mahasiswa Fakultas Ushuluddin UIN Ar Raniry.
Hadir pula Kadis PUPR Jalaluddin, Kadis PendIdikan dan Kebudayaan Saminan, Kadis Pariwisata Iskandar, Kabag Pembangunan Ambia serta Kabag Prokopim (Humas) Said Fauzan.
Aminullah mengungkapkan, ada itikad baik dari Pemerintah Kota untuk melestarikan peninggalan sejarah yang ada di Banda Aceh.
Katanya, sejak ia dilantik jadi wali kota bersama wakilnya Zainal Arifin pertengahan 2017, dirinya yang pertama menghentikan sementara proyek pengolahan limbah tersebut, dan meminta dilakukan penelitian lebih lanjut terkait penemuan benda bersejarah di kawasan Gampong Pande.
“Saya turut mengapresiasi upaya baik adik-adik mahasiswa yang mau duduk berdiskusi langsung membahas polemik yang tengah bergulir saat ini,” ujar Aminullah.
Aminullah menyebutkan, ia telah meneken surat minat penyelamatan situs sejarah dengan pihak pusat, melalui Dinas PUPR juga sudah ada master plan apabila proyek ini berminat dilanjutkan.
“Sampai hari ini tidak ada hal yang saya khawatirkan dari protes warga terkait IPAL, saya menyambut baik hal itu. Warga yang sadar dan peduli akan sejarah itu yang kita harapkan,” ujarnya.
Sementara Ketua Komisi III DPRK Teuku Arief Khalifah mengutarakan terkait IPAL selama ini, warga dan pemerintah hanya miss komunikasi saja.
“Niat Pak Wali sangat ingin melindungi sejarah. Kita harus pahami dulu apa itu IPAL, turun ke lokasi dan lihat langsung. Jika ada pihak yang mengatakan di sana kita bangun proyek pembuangan tinja, itu salah besar karena IPAL itu mengolah limbah jadi sesuatu yang bisa dimanfaatkan lagi. Yang keluar nanti air yang bahkan bisa untuk cuci muka. Jadi ayo kita bahas dengan data secara sehat,” katanya.
Master of Engineering alumni University of Adelaide, Australia ini juga menjelaskan bagaimana proses kerja dari IPAL itu sendiri.
“IPAL adalah sistem pengolahan air limbah. Masuk berupa tinja, ada sekat bakteri dan berupa air kotor dan di kompartemen ke tiga itu berupa air kotor, dan ke empat itu sudah jadi air bersih yang bisa kita cuci muka malahan. IPAL bukan septic tank,” jelas mantan konsultan sanitasi Kementerian PUPR ini.
“IPAL ini lingkungannya hanya 3 hektar, bangunannya 3000 meter. Penemuan enam nisan ‘bersejarah’ juga telah dipindahkan sesuai dengan syariat Islam,” imbuhnya lagi.
Ketua Yayasan Warisan Aceh Nusantara (WANSA) Dr Husaini Ibrahim MA juga menjelaskan teknis penelitian IPAL di Gampong Jawa. WANSA melakukan pemetaan zonasi terhadap situs-situs bersejarah yang terdapat d Gampong Pande dan Gampong Jawa.
“Untuk menggali data arkeologi ada beberapa sistem yang diterapkan. Pertama itu survey lapangan, kemudian survey bawah tanah dan ada juga survey bawah air. Kita menggunakan alat sederhana dan juga modern,” ungkapnya.
Mewakili Civil Sosiety, Mulizar juga mengatakan hal yang sama. “Yang jelas kacamata kami aktivis, yaitu mendatangkan uang dari pusat ke Banda Aceh ini tidak mudah. Mempercantik Banda Aceh ini tidak mudah dan memerlukan dana yang besar. Kita harus dewasa menyikapi polemik ini,” ungkapnya.
GASS juga akhirnya mendukung upaya pembangunan tersebut. Namun, dalam hal ini mahasiswa sadar sejarah ini akan mengambil langkah membantu pemko dalam menyosialisasikan IPAL terlebih dahulu kepada masyarakat, sebut Ilham Rizky selaku moderator.
“Malam ini kita tahu apa yang terjadi sebenarnya. Kita dukung upaya pemerintah agar dapat dilanjutkan, sepanjang itu tidak mengganggu situs cagar budaya,” katanya. (IA)