Banda Aceh — Manajemen Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (BBTNGL) resmi memindahkan kantornya dari Medan Provinsi Sumatera Utara ke Provinsi Aceh, tepatnya di Jalan Cut Nyak Dhien, Kota Banda Aceh.
Peresmian pemindahan Kantor Balai Besar TNGL tersebut ditandai penandatanganan prasasti oleh Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Bidang Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Kelautan Dedi Mulyadi dan Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Wiratno, di Banda Aceh, Selasa (16/02/2021).
Penandatanganan ikut disaksikan oleh sejumlah Anggota Komisi IV DPR RI, termasuk diantaranya legislator asal Aceh yakni Ir TA Khalid dan Muslim. Ikut juga menyaksikan Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Aceh Ir Mawardi yang mewakili Gubernur Aceh dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh Ir A Hanan MP. Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wiratno mengatakan, pemindahan kantor tersebut merupakan bagian dari usaha pihaknya untuk mendorong Balai Besar TNGL dalam berperan besar melindungi kawasan hutan khususnya di wilayah Provinsi Aceh.
Selain itu, melalui pemindahan tersebut juga diharapkan dapat memperkuat koordinasi dan komunikasi dalam rangka kerja sama dengan pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten, dan masyarakat Aceh.
“Tujuan akhirnya adalah masyarakat di sekitar Taman Nasional Gunung Leuser ini memiliki ekonomi berbasis kawasan konservasi, tumbuh dengan spirit keswadayaan, kemandirian dan bisa hidup berdampingan secara damai dengan satwa liar,” kata Wiratno.
Wiratno menyebutkan, TNGL memiliki luas area sebesar 830 ribu hektar lebih. Dua pertiga diantaranya berada dalam kawasan Provinsi Aceh, sementara sepertiga lagi berada di wilayah Sumatera Utara.
Wiratno menjelaskan, sejarah pengelolaan TNGL telah melalui empat fase penting. Tahap pertama adalah pada Februari 1934, pada tahap itu diterbitkan Surat Keputusan Pendudukan Suaka Marga Satwa Gunung Leuser seluas 416.600 hektar di Tapak Tuan Aceh Selatan. SK tersebut disahkan oleh Gubernur Militer Aceh di Kuta Raja pada Juli 1934.
Kemudian tahap kedua, melalui pengumuman Menteri Pertanian pada tahun 1980 kawasan Gunung Leuser dideklarasikan sebagai Taman Nasional bersamaan dengan empat Taman Nasional lainnya di Indonesia.
Pengelolaanya berada di bawah kewenangan Sub Balai Perlindungan dan Pelestarian Alam Kementerian Pertanian dengan lokasi kantornya di Kuta Cane Aceh Tenggara.
Selanjutnya tahap ketiga, pada Mei 1984 melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan pengelolaannya ditingkatkan menjadi Balai TNGL dengan lokasi kantor tetap di Kuta Cane. Kemudian hampir 23 tahun selanjutnya, tepatnya pada tahun 2007 Balai TNGL berubah menjadi Balai Besar TNGL melalui peraturan Menteri Kehutanan dengan kantornya dipindah ke Medan Sumatera Utara.
“Mudah-mudahan pemindahan kantor Balai Besar TNGL ke Banda Aceh ini dapat mengembangkan pengelolaan dan kerja sama kemitraan berbasis mutual trust, mutual respect, mutual benefit dengan pemerintah provinsi, kabupaten, perguruan tinggi, LSM, tokoh masyarakat dan agama,” sebut Wiratno.
Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Setda Aceh Ir Mawardi yang mewakili Gubernur Aceh mengatakan, Pemerintah Aceh menyambut baik keputusan pemindahan Kantor Balai Besar TNGL dari Medan, Sumatera Utara ke Aceh, di Banda Aceh.
Dengan begitu, koordinasi antara Pemerintah Aceh dengan Balai Besar TNGL akan lebih lancar dan cepat, hingga upaya melindungi dan melestarikan kawasan Leuser agar lebih efektif dan efisien.
“Sejak lahirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA) yang menegaskan bahwa pengelolaan kawasan TNGL merupakan kewenangan Pemerintah Aceh, Itu berarti, berbagai kebijakan terkait perlindungan TNGL tidak lagi berada di bawah kendali Pemerintah Pusat, melainkan tanggungjawab Pemerintah Aceh,” kata Mawardi.
Mawardi menjelaskan, dengan lahirnya regulasi baru tersebut, maka tidak efektif lagi kalau Balai Besar TNGL berkantor di Medan. Pilihan membuka kantor di Aceh adalah keputusan paling tepat agar komunikasi dengan Pemerintah Aceh lebih lancar.
Dengan demikian, kerjasama kedua belah pihak dalam melindungi dan melestarikan kawasan Leuser akan lebih efektif dan efisien.
Sebagai pengelola TNGL, kata Mawardi, Pemerintah Aceh telah menetapkan beberapa kebijakan untuk penyelamatan kawasan tersebut, antara lain, perekrutan Tenaga Pengamanan Hutan sebanyak 2.000 orang, Penetapan Qanun Nomor 11 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Satwa Liar, Pembentukan Tim Terpadu Pencegahan dan Perusakan Kawasan Hutan, serta beberapa kebijakan lainnya.
Mawardi menyebutkan, setidaknya ada lima poin penting yang menjadi perhatian Pemerintah Aceh dalam melindungi hutan Aceh, terutama kawasan TNGL.
Kelima poin tersebut, antara lain, penguatan kelembagaan untuk pengelolaan hutan, pengendalian kebakaran hutan dan lahan, fasilitasi dan pendampingan perhutanan sosial, mempercepat penyelesaian konflik tanah dalam kawasan hutan, serta penguatan kelembagaan pengelola kawasan konservasi.
“Untuk menjalankan lima poin tersebut, Balai Besar TNGL memiliki peran yang sangat besar. Karena itu, komunikasi dan koordinasi antara Pemerintah Aceh dan Balai Besar TNGL harus kita perkuat,” pungkas Mawardi. (IA)