Banda Aceh Kota Celana Pendek? Ketika Penegakan Syariat Tumpul terhadap Pelanggaran Busana Laki-laki
Seorang tokoh masyarakat yang enggan disebutkan namanya menyebut, “Pembiaran seperti ini mencederai komitmen penerapan syariat Islam di Aceh. Apalagi dilakukan oleh pejabat.”
Bhayangkara Run dan FKIJK Aceh Run: Syariat Dilupakan!
Fenomena yang sama terjadi pada dua ajang olahraga besar lainnya: Bhayangkara Run 2025 dan FKIJK Aceh Run 2025.
Pada Bhayangkara Run 27 Juli 2025 di depan Mapolresta Banda Aceh yang dilepas langsung oleh Kapolda Aceh Irjen Pol Achmad Kartiko dan Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Niko Fahrizal, sejumlah peserta terlihat mengenakan pakaian lari yang tidak sesuai dengan Qanun Nomor 11 Tahun 2002 tentang busana Islami.
Meski diikuti lebih dari 2.000 peserta dari seluruh Indonesia dan berlangsung meriah, panitia tidak memberikan pernyataan terkait pelanggaran tersebut.
Di acara FKIJK Aceh Run 11 Mei 2025, Wakil Gubernur Fadhlullah didampingi Wakil Wali Kota Banda Aceh Afdhal Khalilullah, juga hadir, kali ini secara resmi melepas pelari, termasuk mereka yang tampil dengan celana pendek.
Tak hanya diam, Fadhlullah bahkan menyebut event ini sebagai bentuk keterbukaan dan keramahan Aceh kepada tamu luar daerah.
“Kami ingin tamu dari luar melihat Aceh sebagai daerah damai, terbuka, dan penuh potensi,” ujar Fadhlullah.
Respons publik pun terbelah. Sebagian mengapresiasi gaya kepemimpinan Dek Fad yang dinilai santai dan humanis. Namun banyak pula yang menilai bahwa kehumanisan tak boleh mengabaikan amanah penegakan syariat—apalagi di ruang publik dan disaksikan langsung pejabat.
Aktivis, akademisi, dan tokoh masyarakat mulai mempertanyakan arah kebijakan pemerintah dalam menyikapi pelanggaran syariat, khususnya dalam konteks olahraga dan event publik.
“Kalau di acara besar bisa bebas bercelana pendek tanpa teguran, lalu apa bedanya dengan razia Satpol PP terhadap masyarakat biasa di hari-hari biasa?” cetus seorang netizen di media sosial.
Fenomena ini menunjukkan ambiguitas dalam implementasi syariat Islam di Aceh. Di satu sisi, razia pakaian ketat atau tak berjilbab masih marak dilakukan terhadap warga lokal. Di sisi lain, pelanggaran terang-terangan dalam event nasional justru dibiarkan, bahkan dihadiri dan dilegalkan oleh para pejabat.