Banda Aceh Kota Celana Pendek? Ketika Penegakan Syariat Tumpul terhadap Pelanggaran Busana Laki-laki
Banda Aceh Menuju Apa?
Jika dibiarkan terus, bukan tidak mungkin Banda Aceh akan kehilangan citranya sebagai Kota Islami dan Serambi Mekkah. Julukan yang dulunya membanggakan, bisa berubah menjadi cemoohan: “Banda Aceh, Kota Celana Pendek”.
Bukan sekadar istilah sinis, tapi realita yang terpampang nyata di jalanan kota. Jika Pemko Banda Aceh tidak segera memperbaiki sistem penegakan syariat secara menyeluruh dan adil, maka pelanggaran seperti ini akan terus membudaya, dan pada akhirnya, menggerus nilai-nilai yang selama ini dijaga.
Pemerintah Kota Banda Aceh harus segera mengintensifkan patroli WH, bukan hanya di malam hari atau bulan Ramadan, tapi juga di waktu-waktu rawan seperti pagi dan sore di kawasan publik.
Menegakkan aturan busana tanpa diskriminasi gender. Mengedukasi masyarakat secara berkelanjutan melalui media, sekolah, dan tempat ibadah.
Memasang papan peringatan di lokasi olahraga dan tempat umum terkait kewajiban berpakaian islami.
Kota ini tidak boleh membiarkan kelonggaran demi kenyamanan sesaat menghancurkan reputasi dan identitasnya.
Banda Aceh tidak boleh menjadi kota yang hanya Islami dalam simbol, tapi lumpuh dalam pelaksanaan. (Muhammad Saman)