Perlu diingat masyarakat kota Banda Aceh itu sudah cerdas, jadi jangan dikelabui dengan hal-hal yang tak logis, apalagi membanggakan sesuatu penurunan atau kemunduran,” ujarnya.
Dia menilai, persoalan DAK ini hal yang normatif sifatnya dan semua daerah juga memperoleh alokasi tersebut.
“Seharusnya yang dipikirkan Pj Wali Kota sebagai seorang birokrat senior di pusat, bagaimana menjemput suatu program/alokasi anggaran yang belum ada atau bagaimana yang sudah ada dilobi ke pusat agar ditambah.
Jika menurun justru itu namanya merugi, apakah Pj Wali Kota bangga dengan penurunan dan kerugian itu? Ini patut dipertanyakan secara akal sehat,” katanya.
Selain DAK, kata Ikhwan, beberapa sumber alokasi anggaran seperti DID, tugas perbantuan, hibah atau sumber lainnya dari pusat seharusnya menjadi sasaran lobi Pj Wali Kota agar kucuran mengalami peningkatan pada TA 2023.
“Inikan jelas-jelas, rencana pendapatan daerah tahun 2023 tersebut turun 7,33 persen dari target APBK 2022 sehingga pada tahun 2023 diproyeksikan hanya Rp 1,28 Triliun. Kemudian, pendapatan transfer 2023 diproyeksikan sebesar Rp 99,6 miliar atau turun sebesar 9 21 persen dari target APBK Tahun Anggaran 2022.
Jadi, yang perlu dibanggakan itu apa, seharusnya yang dilakukan bukan membangun pencitraan atas penurunan, tetapi melakukan evaluasi agar dapat melakukan pembenahan dan menyusun langkah-langkah strategis,” pungkasnya. (IA)