Covid-19 di Aceh Tinggi, Komnas HAM Minta Plt Gubernur Usulkan PSBB Terbatas
Hal ini menurut Sepriady, sesuai dengan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Pasal 19 ayat 2 Konvenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (yang telah diratifikasi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2005) dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Selain itu, Komnas HAM meminta kepada Pemerintah Daerah bekerja sama Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) untuk secara aktif mengedukasi masyarakat tentang penanganan jenazah pasien Covid-19.
Edukasi ini diperlukan selain untuk menghindari penularan dan penyebaran Covid-19 juga untuk memberikan pemahaman dan rasa kepercayaan masyarakat bahwa pemulasaran jenazah Covid-19 telah sesuai dengan protokol kesehatan sebagaimana dianjurkan oleh WHO dan sejalan dengan Syariat Islam.
Terkait kebijakan tentang pemeriksaan rapid test di beranda/teras IGD rumah sakit bagi setiap pasien, perlu dijelaskan apakah kebijakan tersebut tidak bertentangan dengan Peraturan Kementerian Kesehatan Nomor 47 Tahun 2018 tentang Pelayanan Kegawatdaruratan.
Selain itu, perlu diinformasikan kepada publik mengenai pembiayaan pemeriksaan rapid test, apakah dibebankan kepada pasien atau dibebankan kepada Pemerintah Daerah.
PSBB Terbatas
Menurut Sepriady, Komnas HAM juga merekomendasi kepada Plt Gubernur agar berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota untuk segera mengajukan kembali Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) terbatas terhadap Kabupaten/Kota yang eskalasi angka positif Covid-19-nya tinggi seperti Kota Banda Aceh dan Kabupaten Aceh Besar.
Selain itu PSBB juga diperlukan sebagai landasan dalam penguatan penerapan berbagai kebijakan dan terobosan untuk percepatan penanganan Covid-19 di Aceh.
“Pembatasan Sosial Berskala Besar dilakukan dengan memperhatikan/menjamin pemenuhan kebutuhan dasar penduduk. Untuk maksud tersebut, Plt Gubernur, DPRA, Bupati/Wali Kota dan DPRK, berkewajiban membuat kebijakan pemberian jaminan hidup bagi semua yang terdampak, khususnya bagi kelompok rentan, miskin, buruh, pekerja mandiri, dan berbagai marginal dan masyarakat terdampak lainnya serta memastikan tidak adanya PHK dan pengurangan hak buruh lainnya,” sebut Sepriady Utama.