Sabang, Infoaceh.net – Dugaan penganiayaan terhadap tiga tahanan yang terdiri dari satu narapidana dan dua tahanan titipan hakim oleh Kepala Pengamanan Rutan (KPR) Kelas IIB Sabang, Rabu (6/6), kian mencoreng wajah penegakan hukum.
Namun, alih-alih terbuka, pihak Rutan Sabang justru terkesan berlindung di balik alasan jam kunjungan untuk menghalangi akses publik.
Kepala Rutan Sabang, Muhidfuddin, saat dihubungi Sabtu (9/8), menyatakan ketiga korban diisolasi sehingga tidak dapat dijenguk.
“Mereka diisolasi dan tidak ada jadwal berkunjung. Senin nanti kalau mau lihat,” ujarnya.
Ketika ditanya apakah penundaan hingga Senin (11/8) berpotensi menghilangkan bukti lebam, Muhid kembali menampik adanya penganiayaan.
“Mereka hanya dibina dan diisolasi. Besok Minggu tidak ada jadwal kunjungan,” tegasnya.
Muhid juga berkilah, menyebut tindakan yang dilakukan merupakan bentuk pembinaan karena para tahanan diduga melecehkan petugas perempuan.
“Kami punya harga diri,” katanya, seolah membenarkan dugaan kekerasan yang dilakukan KPR.
Namun, berdasarkan informasi yang dihimpun dari berbagai sumber, ketiga korban mengalami luka di kepala, wajah, dan lengan.
Beberapa di antaranya menunjukkan tanda-tanda trauma fisik yang serius.
Pembatasan kunjungan justru memicu kecurigaan bahwa pihak Rutan tengah mengulur waktu agar bekas-bekas kekerasan hilang, sehingga visum et repertum tidak lagi bisa dilakukan sebagai bukti hukum.
Langkah Rutan ini dinilai sebagai pelecehan terhadap prinsip keterbukaan dan akuntabilitas lembaga pemasyarakatan.
Dalam kasus dugaan pelanggaran HAM, akses publik dan media seharusnya dijamin, bukan ditutup rapat-rapat.
Apalagi, peristiwa ini terjadi di dalam tembok penjara, tempat di mana warga binaan sepenuhnya berada di bawah tanggung jawab negara.