Pertanyaan itu dijawab serentak para anggota DPRA, “Setujuuu, ” sehingga Dahlan Jamaluddin mengetuk palu tanda keputusan itu sudah sah.
Usai sidang paripurna pembatalan MoU proyek multiyears tersebut, Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin dan Wakil Ketua DPRA, Safaruddin didampingi sejumlah anggota dewan, langsung menggelar konferensi pers.
Dahlan menyebutkan, keputusan DPRA terkait persetujuan pembatalan MoU proyek multiyers tersebut akan disampaikan kepada sejumlah pihak atau stakeholder terkait, termasuk Menteri Dalam Negeri.
“Sikap yang sudah kami putuskan tadi, karena itu menjadi keputusan lembaga DPRA dan paripurna merupakan forum pengambilan keputusan tertinggi, kami akan segera menyurati Plt Gubernur Aceh untuk menyampaikan keputusan DPRA terkait pembatalan MoU Proyek Multiyears 2020-2022,” jelasnya.
Dahlan mengatakan DPRA secara kelembagaan tidak mempersoalkan Qanun APBA 2020 yang telah disetujui Mendagri.
Tapi yang dipermasalahkan ketentuan prosedur mekanisme penganggaran tahun jamak, yang melahirkan 12 ruas jalan di Aceh.
Ada mekanisme yang terlanggar, yakni, dalam peraturan perundang-undangan yakni Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah Pada Pasal 54a Ayat (3), disebutkan bahwa kesepakatan proyek tahun jamak tersebut harus ditandatangani bersamaan dengan kesepakatan Kebijakan Umum Anggaran Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA-PPAS setiap tahunnya.
Dalam kasus proyek tahun jamak, itu tidak dilakukan. Sehingga dia (proyek multiyears) tidak ada sejak dari awal, dan menjadi penumpang gelap.
Tidak ada di dalam Musrenbang, tidak ada di dalam RKA (Rencana Kerja Anggaran) maupun RKPA (Rencana Kerja Pemerintah Aceh), dan juga tidak disepakati saat disepakati KUA-PPAS, serta tidak pernah dibawa dalam sidang paripurna sebagai sebuah kesepakatan lembaga DPRA. Kebijakan itu lahir dari MoU pimpinan DPRA (periode sebelumnya) dengan Plt Gubernur Aceh.