BANDA ACEH — Pasca dilantiknya Mayjen TNI (Purn) Achmad Marzuki sebagai Penjabat (Pj) Gubernur Aceh muncul desakan dari Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) untuk pergantian Sekda Aceh. Tak lama berselang, giliran DPR Aceh yang dilanda isu fee proyek yang bersumber dari alokasi pokok pikiran (pokir) anggota dewan.
“Patut diduga skema saling serang eksekutif-legislatif kembali dilanjutkan di jilid baru. Sehingga hal ini tentunya akan kembali menganggu stabilitas perpolitikan di Aceh. Untuk itu, kami minta kepada Eksekutif (Sekda Cs) dan DPR Aceh untuk jangan gaduh, fokus saja kepada tugas dan fungsi masing-masing,” ungkap Kabid Advokasi Koalisi Aktivis Mahasiswa Indonesia (KAMI) Aceh, Amirul Fazlan kepada media, Kamis (28/7/2022).
Menurut Fazlan, mengenai usut mengusut biarlah menjadi tugas penegak hukum dalam hal ini yudikatif termasuk KPK.
“Apalagi KPK masih punya beberapa PR besar di Aceh yang belum tuntas seperti indikasi korupsi pengadaan kapal Aceh Hebat yang menyedot anggaran Rp 175 miliar, terendusnya anggaran siluman berkode appendix yang menyedot ratusan miliar rupiah, indikasi suap dalam pengalihan pengelolaan blok B, hingga persoalan izin PLTU Nagan Raya. Semua itu, sampai hari ini masih menjadi PR besar KPK di Aceh yang ditunggu publik kejelasan tindak lanjutnya,” bebernya.
Menurut Fazlan, sementara itu untuk persoalan permintaan pergantian Sekda masyarakat juga mempercayakan hal itu sepenuhnya kepada Pj Gubernur Aceh.
“Pj Gubernur pengen ganti sekda atau tidak sejauh itu sesuai dengan aturan dan telah mendapat persetujuan Mendagri tentunya tak masalah. Jadi yang lebih penting kedua belah pihak jangan sibuk saling adu skenario yang berpotensi menimbulkan kegaduhan dan menganggu stabilitas politik. Karena ujung-ujungnya yang jadi korban dari semua kegaduhan itu adalah rakyat,” tegasnya.
Fazlan juga meminta agar DPRA maupun TAPA termasuk sekda untuk lebih fokus menuntaskan pembahasan APBA Perubahan 2022.
“Apalagi ada yang aneh dalam perhitungan Silpa Anggaran 2021 yang harus dibahas di APBA 2022. Nominal Silpa APBA TA 2021 yang dilaporkan TAPA ke DPRA hanya tersisa sebesar Rp 544 miliar sementara pada LKPJ anggaran 2021 yang dilaporkan Gubernur Aceh sebesar Rp 3,9 triliun. Apakah benar ada kesalahan perhitungan atau memang ada anggaran Silpa 2021 yang digunakan tanpa melalui pembahasan APBA perubahan TA 2022. Hal ini lebih penting diperjelas kepada masyarakat ketimbang saling serang yang menimbulkan kegaduhan,” lanjutnya.