BANDA ACEH — Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) menolak pertanggungjawaban pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA) Tahun 2020.
Penolakan itu disampaikan dalam rapat paripurna di Gedung Utama DPRA, Kamis (19/8). Sidang yang dipimpin Ketua DPRA Dahlan Jamaluddin itu turut dihadiri langsung Gubernur Aceh Nova Iriansyah.
“Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka dengan ini Badan Anggaran DPR Aceh tidak dapat menyepakati/menyetujui Racangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2020.
“Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas, maka dengan ini Badan Anggaran DPR Aceh tidak dapat menyepakati/menyetujui Rancangan Qanun Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh Tahun Anggaran 2020,” kata Juru Bicara Banggar DPRA Azhar Abdurrahman yang membacakan keputusan pendapat Banggar DPRA setebal 31 halaman terhadap pertanggungjawaban pelaksanaan APBA 2020.
Banggar banyak menemukan pelanggaran dalam penggunaan APBA 2020 oleh Pemerintah Aceh.
Termasuk dalam penggunaan dana otonomi khusus (Otsus) yang tidak sesuai aturan perundang-undangan.
Berikut 10 pandangan Banggar DPRA terhadap pelaksanaan APBA 2020:
- Pertanggungjawaban pelaksanaan APBA Tahun Anggaran 2020 yang telah tertera dalam hasil pemeriksaan/audit dalam LHP-BPK RI yang secara umum menyangkut Kinerja Ekonomi Makro Aceh, Pengelolaan Keuangan Aceh, Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan berdasarkan SKPA dan Pelaksanaan Tugas Perbantuan dan Penugasan, banyak sekali ditemukan permasalahan dan kekurangan.
- Berdasarkan temuan LHP-BPK RI Tahun Anggaran 2020 dapat disimpulkan cukup banyak temuan pelanggaran keuangan Negara. Setidaknya terdapat 30 temuan utama dalam LHP-BPK RI yang perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah Aceh. Begitu juga halnya dengan kegiatan-kegiatan proyek bermasalah yang telah menjadi target Aparat Penegak Hukum seperti Kapal Aceh Hebat 1, 2, dan 3, serta proyek multiyears. Penggunaan anggaran daerah lebih mengutamakan biaya aparatur misalnya anggaran untuk Staf Khusus dan Penasehat Khusus Gubernur Aceh yang mencapai Rp 6,3 miliar serta bantuan untuk organisasi sosial lainnya yang kurang mempertimbangkan azas keadilan dan tidak mempunyai dasar hukum.