Dua Dekade Damai, Korban Pelanggaran HAM Aceh Tuntut Keadilan yang Tak Kunjung Datang
Banda Aceh, Infoaceh.net — Pada 15 Agustus 2025 tepat dua puluh tahun setelah penandatanganan Perjanjian Helsinki, suara korban pelanggaran HAM Aceh kembali bergema.
Perwakilan korban dan keluarga korban dari 16 kabupaten/kota berkumpul di Banda Aceh, menyerukan enam tuntutan utama kepada negara demi pemulihan yang nyata dan bermartabat.
“Kami tidak ingin hanya disebut korban. Kami menuntut pengakuan, keadilan, dan pemulihan yang layak. Damai itu bukan hanya berhentinya senjata, tapi hadirnya keadilan,” ujar Murtala, Ketua Forum Komunikasi Keluarga Korban Tragedi Simpang KKA (FK3T-SP.KKA) dalam keterangannya, Sabtu (16/8/2025).
Enam tuntutan itu mencakup:
1. Pengakuan resmi seluruh peristiwa pelanggaran HAM berat di Aceh, termasuk Tragedi Simpang KKA, Rumoh Geudong, dan Jambo Keupok, disertai pendataan menyeluruh dan proses hukum yang transparan.
2. Pengadilan HAM berat yang adil serta pemberian restitusi, rehabilitasi, dan kompensasi tanpa diskriminasi. Korban mendesak pengesahan Qanun Pemulihan Korban Konflik.
3. Pemulihan psikososial, ekonomi, dan pendidikan melalui konseling berkelanjutan, program pemberdayaan yang transparan, beasiswa bagi anak korban, pelatihan keterampilan, dan modal usaha.
4. Pelestarian memori dan pendidikan HAM lewat peringatan tahunan tragedi, pembangunan monumen atau museum korban, dokumentasi sejarah konflik, serta dukungan bagi Rumah Belajar korban.
5. Rekonsiliasi bermakna antara korban dan pelaku yang difasilitasi negara tanpa intimidasi maupun diskriminasi.
6. Partisipasi aktif korban dalam perumusan kebijakan dan program pemulihan, dengan komitmen audiensi rutin bersama pemerintah daerah, pusat, dan lembaga negara.
Para korban menegaskan, perdamaian yang abadi hanya akan tercapai jika negara berani menghadirkan kebenaran, menegakkan keadilan dan memberikan pemulihan tanpa pandang bulu.