G-FoN Desak Pemerintah dan APH Tertibkan Aktivitas Ilegal PT ALIS di Aceh Selatan
Tapaktuan, Infoaceh.net – Pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) diminta untuk segera melakukan penertiban terhadap aktivitas PT Aceh Lestari Indosawita (PT ALIS) yang telah menggarap lahan tanpa mengantongi izin Hak Guna Usaha (HGU) di Kecamatan Trumon, Aceh Selatan.
Langkah penertiban tersebut perlu dilakukan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap regulasi, khususnya Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, serta putusan Mahkamah Konstitusi terhadap uji materi Pasal 42 Undang-undang Perkebunan.
Hal itu ditegaskan Koordinator Green Forum of Aceh (G-FoN Aceh) Yoyon Pardianto, Selasa, 29 Juli 2025.
Yoyon menjelaskan, dalam pasal 42 UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan telah diatur bahwa kegiatan usaha budiaya tanaman perkebunan dan usaha pengolahan hasil perkebunan hanya dapat dilakukan oleh perusahaan perkebunan apabila mendapatkan hak atas tanah dan izin usaha perkebunan. Itu artinya perusahaan perkebunan wajib memiliki IUP dan HGU.
Bahkan, kata Yoyon, Menteri ATR/Kepala BPN Nusron Wahid dalam rapat kerja dengan Komisi II DPR RI pada 30 Oktober 2024 sudah menegaskan perusahaan kelapa sawit yang memiliki IUP, tapi perusahaan yang tidak mempunyai HGU dapat dikenai sanksi berupa denda pajak dengan nilai besaran denda tersebut diakumulasi oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kemudian, lanjut Yoyon, berdasarkan pasal 28 Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 disebutkan pemegang HGU tidak diperkenankan di antaranya yaitu membuka dan/atau mengolah lahan dengan cara membakar dan merusak sumber daya alam dan pelestarian kemampuan lingkungan hidup.
Sementara itu berdasarkan temuan Yayasan Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) di lapangan terdapat sebanyak 72 hektare lahan di area PT ALIS mengalami kebakaran. Bahkan yang lebih memprihatinkan titik api yang berada di area PT ALIS itu mengarah ke kawasan Konservasi Suaka Margasatwa Rawa Singkil (SMRS).
“Mengingat kondisi lahan perkebunan PT ALIS yang sangat berpotensi berdampak negatif bagi kelestarian lingkungan hidup di kawasan konservasi SMRS, maka Pemerintah tidak boleh main-main karena berpotensi menghadirkan malapetaka ekosistem di kemudian hari,” ujarnya.