G-FoN Desak Pemerintah dan APH Tertibkan Aktivitas Ilegal PT ALIS di Aceh Selatan
Sementara, juga ditemukan adanya masyarakat yang sudah menggarap terlebih dahulu. Tentunya PPKKPR PT. ALIS itu harus dievaluasi kembali oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan,” ujar pemerhati lingkungan Aceh itu.
Sementara itu, lanjut Yoyon, berkaitan dengan kebun plasma juga telah diatur dalam UU Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan yang mewajibkan setiap perusahaan perkebunan memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar paling rendah seluas 20% dari total luas areal kebun yang diusahakan, seperti diatur dalam Pasal 58, Pasal 59 dan Pasal 60.
Dalam UU itu disebutkan pembangunan kebun sawit bagi masyarakat sebagaimana dimaksud dapat dilakukan melalui pola kredit, bagi hasil, atau bentuk pendanaan lain yang disepakati sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun tersebut harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 3 tahun sejak HGU diberikan dan harus dilaporkan kepada Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sesuai dengan kewenangannya.
“Jadi, pembangunan kebun plasma itu setelah HGU diterbitkan hingga paling lama 3 Tahun setelah HGU keluar, bukan sebelum HGU,” jelasnya.
Menurut Yoyon, ini menunjukkan bahwa penggarapan kebun bibit seluas 40 ha yang kini dilakukan oleh PT PSU sebelum dikeluarkan HGU adalah bentuk ketidakpatuhan terhadap regulasi, dan harus ditindak tegas.
“Jadi kita berharap pemerintah dan APH tidak diam dan menonton begitu saja, tapi harus bertindak tegas terhadap berbagai indikasi pelanggaran yang terjadi agar tidak meninggalkan warisan polemik di kemudian hari,” pungkasnya.