BANDA ACEH – Gubernur Aceh Nova Iriansyah mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mewujudkan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang bebas politik uang (money politic) di Aceh.
Oleh sebab itu, upaya membentuk penyelenggara dan pemilih yang berintegritas perlu terus diperkuat.
“Komitmen para penyelenggara untuk menjauhkan diri dari praktik korupsi harus semakin kokoh, dan daya kritis masyarakat harus semakin meningkat,” ujar Gubernur Nova saat memberikan sambutan pada acara pembukaan bimbingan teknis program anti korupsi bagi penyelenggara dan pemilih Pemilu berintegritas yang digelar KPK di Hotel Hermes Palace Banda Aceh, Rabu (22/9).
Menurut Nova, penyelenggara Pemilu dan Pilkada harus memahami realita kasus politik uang yang terjadi agar langkah antisipasi dan pemantauan terhadap praktik politik uang dapat ditingkatkan sejak dini.
The Latin American Public Opinion Project, kata Nova, menempatkan Indonesia pada peringkat ketiga sebagai negara dengan kasus politik uang tertinggi di dunia, dimana satu di antara tiga pemilih diduga terpapar jual beli suara.
”Kami berharap narasumber utama dari KPK memaparkan pandangannya mengenai titik-titik rawan korupsi pada Pemiliu dan Pilkada. Sebagai pihak yang memahami dinamika politik lokal, tentu saja para komisioner KIP, komisioner Panwaslih dan tokoh masyarakat Aceh lebih paham sisi lain dari potensi korupsi yang ada di daerah kita,” kata Nova.
Gubernur Aceh menambahkan, penyelenggara Pemilu adalah salah satu pihak yang rentan terhadap terjadinya politik uang. Oleh sebab itu, melalui bimtek yang digelar KPK tersebut ia berharap tanggungjawab penyelenggara Pemilu bukan hanya sebatas menjalankan tahapan dengan baik.
Namun tidak kalah pentingnya adalah, penyelenggara Pemilu harus bisa mengantisipasi berbagai potensi penyelewengan yang terjadi.
Direktur Bidang Pembinaan Peran Serta Masyarakat KPK Kumbul Kusdwidjanto Sudjadi mengatakan, tujuan pihaknya menggelar bimbingan tersebut untuk mengingatkan penyelenggara dan pemilih Pemilu serta Pilkada di Aceh tentang bahayanya politik uang. Ia mengatakan, pemimpin dan pemerintahan yang baik dapat diraih bila penyelenggara dan pemilih memiliki integritas saat mengikuti pemilu maupun pilkada.
“Kita menyadari KPK tak mungkin memberantas korupsi sendiri, karena itu kita menggandeng seluruh komponen bersama untuk mencegahnya. Perlu kita tanamkan integritas dalam diri sendiri agar tak melakukan korupsi,” kata Kusdwidjanto.
Kusdwidjanto menyebutkan, integritas lahir dari iman yang kuat, memiliki komitmen, konsisten tahan godaan dan rela berkorban. Selain itu, integritas juga perlu dukungan orang lain.
“Karena itu kami hadir untuk mengingatkan pentingnya integritas untuk mencegah terjadinya praktik korupsi.”
Dalam menyikapi maraknya praktik korupsi di berbagai bidang di negeri ini, KPK menggencarkan tiga aspek penanganan. Ketiga aspek tersebut adalah pendidikan korupsi dalam rangka membentuk pemahaman masyarakat terkait bahayanya praktik korupsi.
Berikutnya adalah upaya pencegahan dengan menerapkan sistem pemerintahan yang transparan agar mempersempit ruang terjadinya penyimpangan. Terakhir penegakan hukum bagi mereka yang korupsi.
“Ketiga ini tak dapat sukses bila masyarakat tak terlibat aktif memberantas korupsi. Informasi dan peran serta masyarakat sangat dibutuhkan dalam menegakkan hukum ini sehingga penyelenggaraan pemilu berjalan baik tanpa ada penyimpangan,” ujar Kusdwidjanto.
Bimbingan teknis yang digelar KPK itu diikuti 50 peserta yang terdiri atas unsur Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Aceh dan unsur organisasi masyarakat. Bimbingan berlangsung dua hari dari 22 – 23 September 2021.
Kegiatan tersebut turut dihadiri Ketua KIP Aceh Syamsul Bahri, Ketua Panwaslih Aceh, Kepala Biro Humas dan Protokol Setda Aceh, Muhammad Iswanto. (IA)