Oleh karena itu, Gubernur Nova mengajak MAA untuk membentuk dan membina komunitas yang tidak hanya bernuansa masa lalu tetapi bernuansa masa kini dan masa depan.
“Saya ingat pesan Pak Jusuf Kalla, bahwa penting untuk membanggakan kejayaan masa lalu tapi jauh lebih penting lagi mempersiapkan dan merebut kejayaan masa depan. Untuk itu, saya sangat berbahagia atas terlaksananya Raker yang diselenggarakan oleh lembaga daerah yang cukup penting untuk mewujudkan dan meneruskan kebesaran adat Aceh yang telah kita warisi dari para leluhur kita.
Kita tidak bisa keluar dari ciri ke-Acehan kita, untuk itu adat harus kita pertahankan dan rawat sebagai sebuah media pembelajaran tentu saja dengan merangkul generasi muda,” imbuh Nova.
Adat Salah Satu Program Unggulan Pemerintah Aceh
Dalam sambutannya, Gubernur Nova juga menjelaskan, adat merupakan bagian tak terpisahkan dari kebijakan pemerintah Aceh. Hal ini bahkan telah dituangkan dalam visi dan misi Aceh Hebat, dengan salah satu program unggulannya, yaitu ‘Aceh Meuadab’.
“Makna ‘Aceh Meuadab’ tidak boleh diterjemahkan dalam arti sempit, karena mengandung amanat untuk mewujudkan masyarakat Aceh yang santun, damai, cerdas dan berakhlak mulia serta menjauhi sikap dan perilaku intoleran, fitnah dan adu domba. Kita meyakini dengan pasti, bahwa adat Aceh diilhami dan sejalan dengan syariat Islam, sebagaimana pepatah yang sangat populer menyebutkan, ‘Hukom ngon adat hanjeut cree, lagee zat ngon sifeut,” kata Nova.
Ajaran Islam, sambung Nova, menjiwai dan memberikan spirit tinggi bagi pelaksanaan adat Aceh. Tidak boleh membenturkan adat Aceh dengan Islam dan tidak boleh terjadi pelaksanaan adat yang bertentangan dengan Islam.
“Namun, harus dimaklumi, adat Aceh bukanlah norma yang kaku dan pasif. Adat Aceh adalah norma yang dinamis, sejalan dengan jiwa orang Aceh yang selalu menginginkan perubahan menuju perbaikan hidup yang terus berkembang dari hari ke hari. Ini, menjadi tantangan tersendiri bagi MAA,” imbuh Nova.
Gubernur mencontohkan, di masa lalu adat Aceh belum banyak berbicara tentang birokrasi, narkoba, human trafficking, teknologi informasi, tentang baik buruknya media sosial, dan sebagainya. Namun kini, hal itu menjadi tak terpisahkan saat berbicara tentang adat.