Karenanya, pengetahuan adat juga harus dilakukan melalui penulisan, penerbitan naskah hingga disebarkan melalui platform digital agar dapat dibaca generasi sekarang, karena tidak efektif lagi diturunkan melalui pesan verbal.
Gubernur juga berpesan, agar keluarga besar MAA menjadikan raker ini sebagai momentum dalam upaya memberikan solusi bagi penguatan adat Aceh, beriring dengan perumusan kebijakan adat yang mampu menjawab berbagai persoalan sosial budaya lainnya di tengah-tengah masyarakat Aceh seperti maraknya narkoba, mitigasi bencana, penguatan pendidikan, kearifan lokal, peradilan adat dan lain sebagainya.
“Misalnya, dalam hal penguatan adat Aceh, MAA haruslah mampu membangun semangat lembaga-lembaga adat yang telah tertuang dalam Qanun Aceh, seperti pawang glee, haria peukan, peutua sineubok, dan keujruen blang, agar berfungsi kembali dengan baik. Memikirkan solusi, bagaimana membangun gairah orang Aceh untuk terus bekerja keras dalam menjaga adat dan budayanya, membantu memajukan gampong dalam berbagai bidang, termasuk pendidikan dan seni budaya Aceh,” kata gubernur berpesan.
Nova menambahkan, untuk mewujudkan hal tersebut, MAA tentu tidak bisa bergerak sendiri. Kerja-kerja tersebut harus dilakukan secara bersama dengan melibatkan para pemerhati dan pemangku kepentingan adat, termasuk para ulama, akademisi, para cendekiawan dan juga Pemerintah Aceh.
Oleh karena itu, gubernur mengimbau MAA aktif membangun jaringan komunikasi yang sinergis dengan segenap unsur pemerintahan, DPRA, LSM dan kelompok masyarakat Aceh di manapun mereka berada.
Dengan demikian, MAA akan lebih eksis dan dikenal oleh masyarakat luas sehingga lebih mudah menyebarkan informasi mengenai nilai-nilai adat Aceh yang multi-kultural, yang mampu membangun spirit power rakyat Aceh untuk menyongsong masa depan lebih baik.
“Selamat mengikuti Rapat Kerja MAA yang tentu akan menghasilkan kesepakatan untuk menjadikan adat Aceh sebagai identitas dan spirit yang membawa Aceh sebagai daerah yang bermartabat di negara kita ini,” pungkasnya. (IA)