Imigran Rohingya Diusir Paksa Oleh Mahasiswa dari Gedung Balai Meuseuraya Aceh
BANDA ACEH — Ratusan orang yang tergabung dalam massa Mahasiswa Tolak Pengungsi Rohingya mengusir dan mengangkut paksa para imigran asal Myanmar tersebut dari tempat penampungan sementara di Gedung Balai Meuseuraya Aceh (BMA) untuk dipindah ke kantor Kanwil Kemenkumham Aceh, Rabu (27/12).
Pengusiran ini berawal dari demonstrasi yang digelar di Gedung BMA.
Pengungsi Rohingya yang berada di gedung BMA berjumlah 135 orang yang mendarat pada 10 Desember 2023 di pesisir Kabupaten Aceh Besar.
Dilansir dari CNN Indonesia, awalnya massa merangkak masuk ke basement tempat pengungsi etnis Rohingya itu ditempatkan.
Jarak massa dari tempat pengungsi Rohingya hanya berkisar 40 meter. Mulanya, massa hanya berorasi menyuruh para pengungsi keluar.
Namun saat koordinator lapangan mahasiswa bernegosiasi dengan petugas, massa yang berada di belakang langsung berlari menuju ke arah tempat etnis Rohingya.
Bahkan mahasiswa menarik paksa dan melakukan tindakan kekerasan lainnya seperti melempar dengan botol air mineral ke arah wanita dan anak-anak hingga menendang barang-barang di sekitar.
Etnis Rohingya yang dikepung mahasiswa hanya terdiam dan menangis ketakutan. Sebagian bahkan terlihat meminta ampun.
Petugas dari kepolisian dan Satpol PP tak mampu membendung massa yang jumlahnya sekitar 500-an orang.
Sekitar 30 menit berada di dalam basement, massa mahasiswa berhasil mengeluarkan etnis Rohingya menuju mobil truk yang disediakan.
Lalu pengungsi Rohingya yang terdiri dari anak-anak, pria dan wanita itu diantar ke kantor Kanwil Kemenkumham Aceh di seberang jalan yang jaraknya dari BMA hanya berkisar satu kilometer.
Mahasiswa yang melakukan aksi tersebut berasal dari kampus Al Washliyah, Universitas Abulyatama dan Bina Bangsa Getsempena. Mereka mengaku menolak Rohingya karena tingkah lakunya yang buruk.
Korlap aksi dari Abulyatama Muhammad Khalis menyebutkan pihaknya mendukung aspirasi masyarakat yang menolak pengungsi Rohingya di Aceh, untuk segera dipindahkan atau dipulangkan ke negaranya.
“Sudah sepatutnya kami mendukung masyarakat yang menolak untuk menghindari konflik lebih luas antara masyarakat dengan Rohingya,” kata Khalis.