Banda Aceh, Infoaceh.net – Capaian Kafilah Aceh pada ajang Seleksi Tilawatil Qur’an dan Musabaqah Al-Hadits (STQH) Nasional XXVIII Tahun 2025 di Kendari, Sulawesi Tenggara, menjadi bahan evaluasi serius.
Meski masih mampu membawa pulang empat gelar juara harapan, Aceh harus puas berada di peringkat ke-14 nasional, jauh dari target masuk 10 besar.
Sebelumnya pada STQH Nasional tahun 2023 di Jambi berhasil mencapai peringkat lima besar. Sementara prestasi tahun ini justru terpuruk.
Padahal, Aceh selama ini dikenal sebagai daerah beridentitas Serambi Mekkah yang memiliki basis pembinaan Al-Qur’an cukup kuat.
Namun hasil di STQH Kendari memperlihatkan adanya persoalan mendasar, terutama dalam aspek perencanaan, pembinaan dan pendanaan.
Ketua Kafilah Aceh yang juga Kepala Dinas Syariat Islam (Kadis SI) Aceh Zahrol Fajri, secara terbuka mengakui bahwa keterbatasan anggaran menjadi salah satu penyebab utama turunnya performa kafilah Aceh.
“Kita tidak menutup mata. Persiapan Aceh kali ini sangat terbatas, baik dari sisi durasi Training Center (TC) maupun dukungan anggaran. Kalau provinsi lain bisa latihan berbulan-bulan, kita hanya 26 hari,” ujar Zahrol, dalam keterangannya, dikutip Selasa (21/10/2025).
Menurutnya, beberapa provinsi seperti Kalimantan Timur, DKI Jakarta, dan Jawa Timur melaksanakan TC hingga 11 bulan penuh, bahkan memfasilitasi tryout ke luar negeri seperti Malaysia, Brunei Darussalam, Turki, Iran dan Arab Saudi.
Sementara itu, Aceh hanya mengandalkan pelatihan singkat secara lokal dengan fasilitas dan pembiayaan yang minim.
“Kafilah lain disiapkan secara intensif, dikarantina lama, dan didukung dengan pelatih nasional. Kita sangat terbatas, tapi alhamdulillah peserta tetap semangat dan berhasil membawa empat gelar juara harapan,” tambahnya.
Berikut daftar peserta Aceh yang meraih prestasi di STQH Nasional 2025:
M. Syaqi Dibran Pratama – Juara Harapan I Golongan Tahfiz 20 Juz Putra
Dhiaus Syahmi – Juara Harapan I Golongan Tahfiz 5 Juz dan Tilawah Putra
Khiyarullah – Juara Harapan II Golongan Tahfiz 30 Juz Putra
Hasil ini menjadi cerminan bahwa potensi peserta Aceh sesungguhnya besar, namun belum didukung oleh sistem pembinaan dan pendanaan yang optimal.
Pengamat pendidikan keagamaan di Aceh menilai, masalah klasik seperti minimnya sinergi antarinstansi, keterbatasan pelatih nasional, dan tidak berkelanjutannya program pembinaan juga menjadi faktor penting.
“Setelah MTQ atau STQ selesai, biasanya pembinaan berhenti. Tidak ada kontinuitas latihan jangka panjang. Ini berbeda dengan provinsi lain yang memiliki lembaga tetap untuk membina qari dan hafiz secara berkelanjutan,” ujar salah satu akademisi UIN Ar-Raniry yang dimintai pendapat.
Diharapkan ke depan, Pemerintah Aceh dan DPR Aceh dapat memberikan alokasi anggaran lebih besar agar pembinaan kafilah dapat dilakukan secara sistematis dan kompetitif.
“Kita ingin Aceh kembali berjaya di ajang nasional bahkan internasional. Tapi itu butuh komitmen bersama dan dukungan anggaran yang memadai,” pungkasnya.