Falevi menilai GISA yang mengharuskan hampir semua SKPA turun ke lapangan, hanyalah kegiatan menghamburkan SPPD (APBA).
Bahkan SKPA yang tidak berhubungan langsung dalam penurunan stunting ikut turun, apalagi dipastikan tidak semua SKPA memahami dengan baik persoalan stunting dan metode penanganannya.
“Itulah sebabnya kita meminta Pak Gubernur segera menghentikan aktivitas tersebut,” tegasnya.
Menurut Falevi, stunting tersebut membutuhkan konvergensi program dari semua stakeholder yang mampu memastikan warga stunting mendapatkan asupan gizi dengan kalori yang cukup serta dapat mengakses layanan kesehatan dengan mudah.
Program RGG adalah mekanisme program pencegahan dan penanganan stunting yang memastikan masyarakat gampong sebagai subjek dan dibantu langsung oleh pihak Puskesmas yang didukung pemerintah kabupaten/kota dan mendapat asistensi dan kordinasi dari Pemerintah Aceh dalam hal ini SKPA.
RGG itu program yang memastikan warga stunting mendapat bantuan makan dengan gizi dan protein yang cukup untuk 3 kali sehari selama 3-6 bulan. RGG juga dapat mengajarkan kepada masyarakat bagaimana mencegah dan menangani stunting dengan memanfaatkan sumber daya alam yang ada di sekitar lingkungan masyarakat.
Pengolahan makanan bergizi dari sumber pangan yang ada di sekitar rumah, ketahanan pangan mandiri dari pekarangan rumah. Bukan hanya sumber gizi dari suplemen makanan.
“Leading sector harus bisa memetakan penderita stunting per gampong by name by address sehingga penanganannya betul tepat sasaran bukan hanya slogan-slogan dan stempel stiker di mobil dan lain sebagainya,” pungkas Falevi. (IA)