Keuchik Tidak Paham, Program Penurunan Stunting Tidak Berjalan di Sebagian Gampong
BANDA ACEH — Masih banyak Keuchik atau kepala desa di Provinsi Aceh yang belum mengetahui tentang stunting.
“Akibatnya program penurunan stunting ada yang tidak berjalan di sebagian gampong,” kata Pj Ketua Tim Penggerak Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) Aceh Ayu Candra Febiola Nazuar dalam Rakor Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) tingkat Provinsi Aceh yang digelar BKKBN Perwakilan Aceh, di Hotel Ayani Banda Aceh, Rabu (28/2/2024).
Karenanya, Ayu Candra Febiola Nazuar meminta TPPS untuk memperkuat sosialisasi tentang stunting sampai ke tingkat desa.
Selain itu, Ayu mengungkapkan, jika merujuk pada peraturan, seharusnya kepala desa mengalokasikan 20 persen dana desa untuk bidang kesehatan yang di dalamnya digunakan untuk penanganan stunting.
Hal tersebut sesuai dengan Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2023.
Lebih lajut, Ayu mengungkapkan alasan lainnya mengapa pengetahuan tentang stunting perlu terus disosialisasikan sampai tingkat paling bawah.
“Selama ini banyak kader Posyandu salah ukur tinggi badan balita sehingga data stunting tidak valid,” kata Ayu.
Ayu menyebutkan, sejumlah penyebab salahnya pengukuran badan balita, di antaranya adalah penggunaan alat yang tidak sesuai standar, kader sering diganti dan pencatatan yang dilakukan kader tidak dikonfirmasi petugas kesehatan.
“Oleh sebab itu, juga perlu diatur dengan regulasi supaya kader pada tingkat paling bawah bisa bekerja sesuai standar,” kata Ayu.
Ayu berharap peran Tim Percepatan Penurunan Stunting yang terdiri atas berbagai unsur pemangku kebijakan dapat terus meningkatkan perannya dalam penurunan stunting di Aceh.
Ia yakin peran tersebut akan berdampak signifikan untuk masa depan anak Aceh yang lebih baik.
Sekda Aceh yang diwakili Asisten Administrasi Umum Sekda Aceh Iskandar, mengatakan, dukungan dan kerja keras dari semua pihak sangat penting dalam penurunan stunting untuk mencapai target provinsi maupun nasional.
“Rapat kerja TPPS ini sangat penting untuk membangun koordinasi dan konsultasi diantara semua anggota TPPS Aceh. Sehingga program percepatan penurunan stunting dapat berjalan efektif,” kata Iskandar.
Sementara Kepala BKKBN RI, Dr dr Hasto Wardoyo SpOG (K) menyampaikan sejumlah hal yang harus dilakukan TPPS Aceh agar penanganan stunting tepat sasaran.
Dokter spesialis kandungan dan kebidanan itu mengingatkan cegah stunting penting di periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Atau sejak terjadinya konsepsi sampai usia bayi dua tahun.
“Dalam masa tersebut pola asuh dan asupan yang berkualitas seperti ikan perlu diberikan kepada anak, sebab dalam masa tersebut juga terjadinya perkembangan otak bayi,” sebut Hasto.
Selanjutnya, Allah akan menutup ubun-ubun bayi setelah usia dua tahun. Kecil kemungkinan perkembangan otak bayi setelah usia dua tahun.
Hasto mengatakan, salah satu penyebab lainnya terjadi stunting karena jarak kelahiran anak yang terlalu dekat. Hal tersebut mengakibatkan pola asuh kepada anak tidak maksimal. Padahal setiap anak perlu diberikan ASI paling kurang selama 24 bulan.
“Selain itu usia perkawinan juga mempengaruhi terjadinya stunting terhadap bayi yang dilahirkan, sebab pernikahan di usia yang sangat dini juga menentukan kesehatan tubuh ibu hamil,” kata Hasto.
Lebih lanjut, dokter Hasto juga menekankan pentingnya pemberian ASI kepada bayi dibandingkan memberikan susu botol. Ia mengingatkan para ibu agar berhati-hati ketika memberikan susu untuk bayi atau balita, khususnya dalam penggunaan botol susu.
“Banyak sekali orang tersesat pakai susu botol atau susu formula, akhirnya anaknya banyak diare. Kenapa diare? Bukan karena susunya, tapi karena botolnya tidak steril. Bekas susu yang tersisa di dalam botol menjadi sarang bakteri, kalau botol tidak betul- betul disteril,” urai dokter Hasto.
Hasto menjelaskan, ciri khas stunting adalah bertubuh pendek. Tapi pendek belum tentu stunting. Ciri yang lebih khas lagi, otak anak stunting tidak cerdas dan orang stunting sering sakit-sakitan.
“Ketika dewasa, anak stunting akan mengalami central obes yang mudah kena penyakit darah tinggi, jantung, stroke, dan sejenisnya,” kata Hasto.
Hadir dalam Rakor tersebut Kepala BKKBN Perwakilan Aceh, Safrina Salim. Rakor tersebut diikuti Tim Percepatan Penurunan Stunting Aceh yang terdiri berbagai unsur pemangku kebijakan, di antaranya Bappeda Aceh, Badan Pangan Nasional, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Pemberdayaan Masyarakat Gampong dan berbagai instansi terkait lainnya. (IA)