BANDA ACEH – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta bekerja sama dan menggandeng pihak laboratorium Polymerase Chain Reaction (PCR) Universitas Syiah Kuala (USK) guna memeriksa swab ulang Gubernur Aceh Nova Iriansyah yang dinyatakan positif terpapar Covid-19 sejak 31 Mei lalu.
Hal itu terkait dengan rencana KPK yang akan memanggil dan memintai keterangan dari Gubernur Aceh Nova Iriansyah setelah sembuh dari Covid-19. Sedangkan hasil swab ulang pada 14 Juni lalu Nova Iriansyah masih dinyatakan positif Covid-19.
Sementara untuk tes swab yang dilakukan pada Senin, 21 Juni 2021, hingga kini belum juga keluar hasilnya, sehingga telah memunculkan beragam praduga dan kecurigaan di kalangan publik Aceh.
Sekretaris Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) Delky Nofrizal Qutni mengaku heran, dari sejumlah pejabat mulai dari sekda, kadis, sekdis, kabid, dan salah satu pengusaha yang disebut-sebut berkaitan hingga PPTK yang telah dipanggil KPK, sampai detik ini KPK seakan belum berani untuk memanggil langsung Gubernur Aceh yang tengah positif covid-19.
“Kita heran, kok KPK terkesan tidak berani memanggil dan menyelidiki pimpinan tunggal di Aceh yakni Gubernur Nova, padahal kebijakan tertinggi di Pemerintah Aceh ada di tangan beliau, dan beliau yang memimpin Aceh secara tunggal tentu lebih memahami persoalan ini secara lebih rinci. Sayangnya KPK belum berani memanggil orang nomor satu di Aceh itu dikarenakan adanya keterangan positif covid-19,” ujar Delky Nofrizal Qutni, dalam keterangannya, Selasa (22/6).
Saat ini, menurut Delky, masyarakat justru bertanya, apakah KPK sudah memiliki bukti hasil swab PCR Gubernur Nova, atau apakah KPK tidak punya cara lain untuk untuk terus bergerak maksimal di tengah pandemi covid-19.
“Semua hal tersebut menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat Aceh di warung kopi atau di media sosial. Alangkah eloknya demi menjaga marwah dan integritas KPK di mata masyarakat Aceh serta demi menghindari isu-isu miring, maka kami menyarankan dilakukan swab PCR ulang dengan melibatkan laboratorium di kampus USK sebagai pihak yang dianggap kredibel, independen dan masih sangat dipercaya publik,” pintanya.
Menurut Delky, peran serta kampus jantong hatee rakyat Aceh dalam melakukan tes swab PCR itu sangat penting untuk membuktikan kepada publik bahwa Gubernur Aceh tidak sedang bersembunyi dengan dalih covid-19 untuk menghindari pemanggilan KPK.
“Kita sangat yakin dan percaya bahwa faktanya berbeda dari apa yang berkembang di masyarakat. Apalagi sejak awal kita melihat Gubernur Aceh sebagai sosok yang menjunjung tinggi penegakan hukum. Hanya saja, masyarakat kita di Aceh ini perlu diberi bukti terpercaya,” jelasnya.
Disebutkannya, gerak cepat KPK di Aceh kini sedang menuai pujian dan apresiasi di tengah masyarakat. Namun demikian berhasil atau tidaknya KPK mengungkap indikasi mega korupsi di Aceh akan berdampak langsung kepada marwah dan integritas KPK di mata masyarakat Aceh.
“Sebagai masyarakat sipil, kita meminta agar indikasi mega korupsi di Aceh dapat dibongkar dan diusut secara tuntas hingga ke akar-akarnya. Masyarakat Aceh tentunya akan sangat kecewa jika pengusutan indikasi mega korupsi tersebut masuk angin dan terhenti setengah jalan nantinya. Di sini marwah dan integritas KPK dipertaruhkan di bumi Serambi Mekkah,” ungkap Sekretaris Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) Delky Nofrizal Qutni
Menurut Delky, masyarakat Aceh sangat berharap agar KPK sebagai tumpuan harapan masyarakat Aceh dapat membongkar dan menindaklanjuti sederet indikasi mega jorupsi yang telah mencoreng nama baik provinsi berlabel syariat Islam ini.
“Sederet indikasi mega korupsi mulai dari skandal skema alih fungsi blok B, skandal pengadaan Kapal Aceh Hebat yang menyerap anggaran hingga Rp 178 miliar, indikasi korupsi proyek pembangunan 14 ruas jalan skema tahun jamak atai multiyears contract (MYC) dengan anggaran mencapai Rp 2,4 triliun.
Kemudian pembangunan gedung Oncology RSUDZA dan pembangunan jembatan Kilangan Aceh Singkil yang mencapai puluhan miliar rupiah hingga penggunaan dana BTT Covid-19 sebanyak Rp 118 miliar dan dana refocusing Covid-19 dengan anggaran triliunan rupiah yang terus menjadi misteri sekaligus tanda tanya bagi masyarakat Aceh. Kehadiran KPK yang sudah lama dirindukan sangat diharapkan dapat menjadi cahaya di tengah kegelapan, menegakkan hukum secara adil tanpa pandang bulu,” tegasnya.
Mantan Kabid Advokasi Forum Paguyuban Mahasiswa dan Pemuda Aceh (FPMPA) itu juga menyatakan, pihaknya menjunjung tinggi dan juga mengapresiasi langkah KPK untuk pemberantasan korupsi di Aceh demi penyelamatan uang rakyat Aceh agar benar-benar dirasakan manfaatnya langsung oleh masyarakat Aceh.
“Aceh itu anggarannya nomor 2 terbesar di Indonesia dan kemiskinannya nomor 1 di Sumatera, sungguh menyedihkan. Karenanya, kehadiran KPK ke Aceh ibarat pucuk dicinta ulam pun tiba. Jadi, lagi-lagi kami tekankan jangan sampai KPK kecewakan rakyat Aceh, kami yakin KPK akan menuntaskan gurita mega korupsi di Aceh dengan tuntas tanpa pandang bulu. Mari kita berdo’a agar KPK mampu menjawab harapan masyarakat Aceh tersebut,” pungkasnya. (IA)