BANDA ACEH — Sedikitnya 15.000 supir harus menerima dampak dari pembatasan atau pelarangan mudik di Aceh yang tanpa kompensasi apapun dari Pemerintah Aceh seperti yang disampaikan oleh DPD ORGANDA Aceh
Jumlah tersebut akan bertambah jika dimasukkan seluruh awak yang terkait dalam usaha pengangkutan.
Para supir tersebut harus beristirahat 10 hari kerja dimana biasanya pada hari-hari tersebut mereka mendapatkan banyak pendapatan untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga di masa Lebaran Idulfitri.
Pengamat Kebijakan Publik Aceh Dr. Nasrul Zaman ST M.Kes menyatakan, kebijakan pelarangan mudik lebaran memang efektif untuk mencegah perluasan sebaran paparan Covid-19 di Aceh.
Tapi harusnya pemerintah juga harus memikirkan dampak langsung bagi kelompok masyarakat yang hidupnya bergantung pada transportasi massal.
“Harusnya Pemerintah Aceh telah melakukan kordinasi dengan DPD ORGANDA Aceh untuk bisa mengurangi beban yang harus ditanggung oleh awak pengangkutan,” ujar Nasrul Zaman, Jum’at (7/5).
Setidaknya ada bantuan tunai yang bisa diberikan, paket sembako untuk mengurangi beban sehari-hari atau bentuk kompensasi lain yang dapat diterima pada awak pengangkutan tersebut.
Dampak langsung pelarangan sebenarnya tidak hanya pada para supir atau awak pengangkutan saja tapi juga pada pemilik kenderaan, penjual tiket, bongkar muat atau juga awak di terminal.
“Oleh karena itu harusnya Pemerintah sudah menetapkan kebijakan skema social safety net atau jaring pengaman sosial baik berupa BLT atau paket sembako bagi warga terdampak serta insentif pembiayaan bagi pemilik angkutan,” harapnya.
Hal itu tidaklah menyalahi karena dalam Perppu Covid-19 Nomor 1 tahun 2020 ada tiga aksi besar yang harus ditangani Pemerintah yaitu soal kesehatan (pemeriksaan dan perawatan) suspect covid-19, Social Safety Net dan Economic Recovery.
“Oleh karena itu, kita sangat menyayangkan kebijakan larangan tidak disertai dengan penanganan dampak larangan bagi warga terdampak baik berupa kompensasi atau insentif pembiayaan,” pungkasnya. (IA)