Mengenang 24 Tahun Pembantaian Teungku Bantaqiah di Beutong Ateuh
Teungku Bantaqiah, nama sang ulama kenamaan dari Beutong Ateuh, Aceh Barat, dicurigai menyimpan ratusan pucuk senjata api. Dugaan lain menyebutkan senjata-senjata itu ditanam di sekitar pesantrennya.
Di Pesantren Babul Mukarramah Desa Blang Meurandeh, Bantaqiah memang mengampu ratusan santri yang belajar agama kepadanya.
Ulama itu juga dicurigai memiliki pasukan bersenjata sejumlah 300 personel. Danrem dengan cepat menarik kesimpulan: senjata dan pasukan tersebut berkaitan dengan aktivitas Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
Mengantisipasi gelagat yang tidak dikehendaki, Danrem segera bereaksi atas informasi tersebut. Ia mengirim perintah lewat telegram bertanggal 15 Juli 1999 kepada beberapa komandan batalyon. Inti perintahnya: cari, temukan, dekati, dan tangkap tokoh gerakan pengacau keamanan dan simpatisannya, hidup atau mati.
Berdasarkan perintah Danrem, dibentuklah pasukan gabungan beranggotakan 215 personel di bawah pimpinan Letnan Kolonel Heronimus Guru dan Letnan Kolonel Sudjono sebagai pengawas operasi.
Pada 22 Juli 1999, pasukan gabungan tiba di Beutong Ateuh. Mereka mendirikan tenda-tenda persiapan untuk melakukan penyerbuan. Warga sekitar menyaksikan kedatangan pasukan dengan perasaan cemas. Mereka tidak tahu mengapa tentara datang tiba-tiba dan dalam jumlah yang sangat banyak. Tapi pengalaman selama masa Daerah Operasi Militer (DOM) telah mengasah insting mereka: sesuatu akan terjadi.
Esoknya, Jum’at, 23 Juli 1999, sekitar pukul 11.00 WIB, pasukan bersenjata lengkap mulai memasuki pesantren. Sebagian dari mereka menutupi wajah dengan cat hitam dan hijau.
Di dalam komplek pesantren, beberapa pasukan melakukan psy-war: meneriakkan nama Bantaqiah dengan hujatan dan cacian. Bantaqiah dan ratusan santri yang tengah mengaji mendadak tegang.
Tak lama kemudian, Bantaqiah bersama seorang muridnya turun menemui mereka. Setelah bertemu Bantaqiah dan menyampaikan urusan mereka, Sudjono mengontak Heronimus lewat radio soal tindakan yang harus dilakukan. Heronimus tak kunjung menjawab. Sudjono pun meninggalkan lokasi.