Migas Aceh Triliunan, Rakyat Cuma Dapat Receh: DPR RI Semprot BPMA
Banda Aceh, Infoaceh.net – Anggota Komisi XII DPR RI, Meitri Citra Wardani, menegaskan perlunya penguatan tata kelola sektor minyak dan gas (migas) di Aceh agar benar-benar memberi manfaat nyata bagi kesejahteraan masyarakat sekaligus mendukung upaya swasembada energi nasional.
Pernyataan itu disampaikannya saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Panitia Kerja (Panja) Migas Komisi XII DPR RI ke Badan Pengelola Migas Aceh (BPMA) dan sejumlah Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) migas di Aceh, 11–13 September 2025.
Meitri mengungkapkan, secara geologi Aceh menyimpan potensi hidrokarbon raksasa, baik di darat maupun laut, terutama di Blok Andaman I, II, dan III dengan perkiraan cadangan gas bumi mencapai 6 triliun kaki kubik (TCF). Namun, besarnya potensi ini belum tercermin dalam kontribusi fiskal daerah.
“Potensi migas Aceh sangat besar, tetapi kontribusinya ke ekonomi daerah belum maksimal. Tahun 2023 misalnya, Dana Bagi Hasil (DBH) Migas untuk Aceh hanya Rp252,67 miliar, kurang dari 1 persen dari total APBD Aceh 2024 yang mencapai Rp36,26 triliun,” tegas politisi PKS itu.
Ia mendorong BPMA bersama Kementerian ESDM segera memperbaiki tata kelola migas yang dinilai belum efektif dan mempercepat monetisasi cadangan agar hasilnya benar-benar dirasakan masyarakat Aceh.
Selain itu, Meitri juga menyoroti persoalan mendasar yang membelit sektor migas Aceh. Sejumlah lapangan tua seperti Arun sudah memasuki fase penurunan produksi sehingga memerlukan penerapan teknologi Enhanced Oil Recovery (EOR).
“Keterbatasan infrastruktur gas seperti jaringan pipa ARBAN, terminal, dan distribusi juga menyebabkan cadangan gas belum bisa disalurkan optimal ke industri lokal maupun jaringan listrik,” jelasnya.
Anggota DPR Dapil Jawa Timur VIII ini mengingatkan KKKS agar tidak hanya fokus pada teknis produksi. Ia menegaskan perlunya perhatian pada pelibatan masyarakat lokal dalam ekosistem hulu migas.
“Keterlibatan warga akan menciptakan sense of ownership, memperkuat dukungan sosial, dan meminimalisir potensi konflik dengan kontraktor. Jadi tidak cukup hanya serap tenaga kerja, tapi juga perlu program UMKM, penyediaan jasa, hingga pemberdayaan berbasis potensi lokal,” katanya.
Menurut Meitri, pemerintah harus memperkuat pengawasan terhadap KKKS agar kontribusi migas tidak hanya menguntungkan pusat dan korporasi. “Harus ada keberpihakan nyata bagi masyarakat Aceh, baik dalam penerimaan daerah, lapangan kerja, maupun pembangunan infrastruktur energi. Itu kunci akses energi berkeadilan dan pemerataan ekonomi,” pungkasnya.