BANDA ACEH — Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh menyatakan protes dan keberatan atas pemangkasan kewenangan sertifikasi halal oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJH).
MPU Aceh berharap Pemerintah Pusat tidak memangkas kewenangan-kewenangan yang bersifat keistimewaan yang dimiliki daerah Serambi Mekkah.
Salah satunya seperti terkait sertifikasi halal yang selama ini dikeluarkan MPU Aceh.
Hal tersebut disampaikan Ketua MPU Aceh Tgk H Faisal Ali ketika melakukan silaturahmi dengan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Saiful Bahri atau akrab disapa Pon Yahya, Kamis, 1 September 2022.
Kedatangan Tgk Faisal Ali turut didampingi jajaran Pimpinan MPU Aceh, seperti Wakil Ketua II MPU Aceh Dr Tgk H Muhibbuththabary MAg dan Wakil Ketua III Dr Tgk H Muhammad Hatta Lc MEd. Hadir pula dalam kesempatan tersebut Kepala Sekretariat MPU Aceh H Murni SE MM dan Abdul Rauf.
“Ada beberapa kebijakan pusat yang terus memotong sedikit demi sedikit kewenangan kita (Aceh), terutama kalau kita di MPU tentang sertifikasi halal,” ungkap Ketua MPU Aceh Tgk Faisal Ali.
Ulama yang akrab disapa Abu Sibreh ini mengatakan kewenangan Aceh tersebut kian tergerus dengan lahirnya Undang–undang RI Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH). Berdasarkan UU JPH, dibentuk Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH), sebuah badan divbawah naungan Kementerian Agama.
Padahal, menurut Abu Faisal, Aceh memiliki aturan tersendiri terkait hal tersebut yang telah dituangkan dalam qanun.
Pemberlakuan UU JPH tersebut, menurut Abu Faisal, telah menyulitkan para pengusaha kelas menengah ke bawah di Aceh dalam mengurus sertifikasi halal.
“Kalau pengusaha besar itu tidak masalah, tetapi kalau pengusaha ikan asin mana mungkin mengurus sertifikasi halal hingga ke Pusat. Apalagi Aceh memiliki Qanun sendiri untuk sertifikasi halal,” kata Abu Faisal.
MPU Aceh berharap Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) di Aceh memberikan peluang kepada pengusaha-pengusaha Aceh terkait sertifikasi halal.