BANDA ACEH — Pertambangan emas ilegal di Aceh sampai saat ini masih berlangsung marak dan belum ditertibkan.
Sejumlah kalangan mendesak penegak hukum dan pemerintah untuk menertibkan tambang emas ilegal di Aceh.
Mulusnya aktivitas tambang liar ini juga akibat minimnya pengawasan sehingga bisa memicu terjadinya bencana.
Masalah tambang Ilegal di Aceh, selama ini sudah menjadi rahasia umum. Sebagian pihak bahkan menilai munculnya banyak tambang Ilegal di Aceh karena diduga ada pembiaran dari oknum aparat penegak hukum.
Untuk itu, dibutuhkan penanganan serius dan segera untuk menertibkan masalah pertambangan ilegal di Aceh, termasuk tambang galian C, yang sudah sangat membahayakan dan merusak lingkungan.
Hal ini mengemuka dalam diskusi Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) bersama Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA) dengan tema “Tambang Emas Ilegal di Aceh, siapa dalang”. Diskusi yang dilaksanakan Rabu (15/12) secara virtual itu, dipandu oleh Koodinator FJL Zulkarnaini Masri.
Kegiatan diskusi ini menghadirkan pembicara, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan (Walhi) Aceh Muhammad Nur, Kepala Perwakilan YARA Nagan Raya dan Bireuen Muhammad Zubir, Anggota Komisi III DPR RI M Nasir Djamil dan Kasubdit Tipidter Ditreskrimsus Polda Aceh AKBP Mulyadi.
Kepala Perwakilan YARA Nagan Raya dan Bireuen Muhammad Zubir mengatakan menurut data yang diperoleh ada keterlibatan oknum aparat penegak hukum sendiri dalam penambangan emas ilegal tersebut.
“Kita sudah lakukan investigasi dan mendapat data itu, itulah kita berani mengeluarkan pernyataan,” tuturnya.
Direktur Eksekutif Walhi Aceh Muhammad Nur mengatakan saat ini masih ada enam kabupaten dengan kegiatan pertambangan emas ilegal yang cukup aktif.
Enam kabupaten tersebut meliputi Pidie, Aceh Tengah, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Jaya dan Aceh Barat.
Pihaknya juga mencatat hampir 40 orang meninggal dunia tertimbun di lokasi tambang emas ilegal yang tersebar di enam kabupaten di Aceh.
Muhammad Nur mengatakan saat ini penghancuran hutan cukup tinggi dalam kegiatan tambang apapun baik legal atau ilegal.
Jumlah itu dapat berkurang atau bertambah, seiring dengan temuan jumlah emasnya.
Kasubbid Penmas Polda Aceh AKBP Mulyadi mengatakan dalam tahun 2021 pihaknya sudah mengangani 10 kasus dengan 43 tersangka.
Permasalahan pertambangan ini lanjutnya tidak hanya dilihat dari pengakan hukum saja, yakni perlu dilihat dari hulu ke hilir, termasuk faktor ekonomi.
Terkait menertibkan tambang ilegal di Aceh Barat, sampai saat ini penindakannya masih terus berlanjut.
“Yang ditangkap, mulai dari operator eskavator, pekerja penampung emas dan pemodalnya. Untuk kasusnya sudah ada yang vonis, sudah ada tahap kedua JPU, dan masih ada yang sedang diproses.
Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil dalam penambangan illegal tersebut perlu pendekatan lain untuk berantas tambang ilegal di Aceh. Bukan hanya sekedar menindak atau dengan pendekatan hukum secara hukum saja.
“Dalam pandangan saya pemerintah memang harus hadir untuk menertibkan pertambangan ilegal yang ada di Aceh,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, persoalan pertambangan ilegal yang berlangsung marak saat ini adalah karena supremasi oknum bukan supremasi hukum.
Sebab oknum bisa mengendalikan dan mengatur itu. Jadi menurutnya supremasi hukum bisa terwujud jika pemerintah hadir untuk menormalkan itu. (IA)