“Umumnya kami di sini pekebun sawit dan karet. Masalah kami di sini adalah jalan yang sangat kami butuhkan. Apabila sawit nggak keluar seminggu saja, masyarakat sudah kalang kabut,” kata Dais.
Senada dengan Dais, Camat Bandar Pusaka, Abdul Muthalib, menyebutkan pembangunan jalan tembus adalah suatu yang diimpi-impikan masyarakat selama ini. Apalagi sekitar 14 ribu lebih masyarakat dari 15 kampung di perbatasan Aceh Timur itu rata-rata bekerja sebagai petani sawit.
“Kehidupan ekonomi kami tergantung pada sawit dan karet,” kata Dais.
Jalan dari Bandar Pusaka – Simpang Jernih merupakan bagian dari jalan batas Aceh Timur ke Ibu Kota Karang Baru di Aceh Tamiang dengan jarak tempuh 43,52 kilometer. Pembangunan jalan ini sudah dilakukan sekitar 26 kilometer.
Artinya hanya sekitar 18 kilometer sisa ppengerjaan. Pembangunan diperkirakan akan dilakukan pada akhir tahun ini dan selesai akhir 2021 dengan anggaran senilai Rp 75 miliar.
Pembangunan jalan hubung Aceh Timur – Aceh Tamiang itu sangat dibutuhkan masyarakat dari dua kabupaten tersebut. Selain mempersingkat jarak tempuh antar-kabupaten, hasil bumi dari daerah pedalaman tersebut akan mudah untuk diangkut.
Selain itu, secara otomatis jalan hubung ini juga akan menghubungkan Aceh Timur – Aceh Tamiang ke Gayo Lues melalui Lokop.
Rais warga Kecamatan Simpang Jernih Aceh Timur sangat berharap pemerintah Aceh untuk segera menuntaskan pembangunan jalan tersebut. Kata dia, jarak tempuh ke Simpang Jernih dari Bandar Pusaka adalah sekitar satu jam perjalanan darat. Jika terhubung jalan aspal, perjalanan akan tembus hanya sekitar 20 menit.
“Kami sangat terisolir berada di ujung aceh Timur,” ungkap Rais. Karenanya, ia sangat mendukung penyelesaian pembangunan jalan yang masuk dalam proyek multiyears tersebut. (IA)