Kepala Ombudsman RI Aceh, Dr. Taqwaddin, menjadi salah satu pembicara pada dialog tentang pelayanan kesehatan di masa pendemi yang berlangsung di TVRI Aceh Senin (21/9).
Banda Aceh — Kepala Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh Dr. Taqwaddin Husin berharap agar jasa medis atau insentif untuk penanganan covid-19 segera dicairkan.
Karena support insentif akan lebih membangkitkan semangat paramedis yang berjibaku menangani Covid-19 pada sektor hilir. Insentif tersebut bukan soal jumlah, tapi merupakan bukti nyata kepedulian perhatian dari pemerintah.
“Banyak tenaga medis yang mengeluh dan bahkan mengancam keluar dari RSUD bukan karena materi, tapi soal penghargaan. Oleh karenanya, kami berharap agar insentif tersebut segera dicairkan,” terang Dr. Taqwaddin, Kepala Ombudsman RI Aceh, yang juga Ketua Ikatan Alumni Universitas Airlangga Wilayah Aceh, saat menjadi salah satu pembicara pada dialog tentang pelayanan kesehatan di masa pendemi yang berlangsung di TVRI Aceh Senin (21/9) di Mata Ie.
Selain itu, hadir juga sebagai narasumber yaitu Dr. dr. Safrizal Rahman (Ketua Ikatan Dokter Indonesia Provinsi Aceh) dan M. Rizal Falevi Kirani (Ketua Komisi V DPRA).
Dialog yang dipandu Muhammad Syuib alias Musyu berjalan sekitar satu jam tersebut berlangsung hangat, karena membahas isu terkini tentang pelayanan kesehatan saat pendemi.
Pada kesempatan tersebut, Taqwaddin menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan merupakan pelayanan wajib dan dasar. Sehingga pada prinsipnya dalam keadaan normal pelayanan bidang kesehatan tidak boleh terhenti. Namun karena keadaan darurat, dimana beberapa paramedis suatu Puskesmas terpapar virus Corona maka demi kemaslahatan publik, dibolehkan Puskesmas tersebut tutup pelayanan.
“Jika Puskemas Kecamatan A tutup, maka seharusnya Puskesmas Kecamatan B yang berdampingan atau dekat harus menerima pasien dari Puskesmas yang ditutup. Sehingga pelayanan kesehatan tetap berjalan” sebut Taqwaddin.
Taqwaddin berharap, agar pihak BPJS mempermudahkan proses layanan kesehatan bagi masyarakat. Dalam kondisi tersebut, masalah faskes harus fleksibel.
“Jangan sampai pelayanan kesehatan bagi masyarakat terganggu hanya karena administrasi faskes, mohon ini dipermudah,” tambahnya.
Sebagaimana diketahui, saat ini Aceh menempati posisi sepuluh besar tingkat Covid-19. Dan masuk dalam kategori zona merah secara nasional. Sehingga ada beberapa Puskesmas yang tutup karena pegawainya terpapar virus penyakit yang berasal dari Wuhan, China tersebut.
Sementara, Dr. dr. Safrizal Rahman, Ketua IDI Aceh dalam kesempatan tersebut juga menyampaikan bahwa pelayanan kesehatan tetap harus jalan, walau dalam kondisi apapun.
“Penutupan dilakukan karena penyesuaian, dan kemudian akan dibuka kembali. Sifatnya hanya sementara,” kata Safrizal.
Ketua Komisi V DPRA yang membidangi masalah kesehatan M. Rizal Falevi Kirani, pada kesempatan tersebut juga menyampaikan terkait kurangnya peralatan yang dimiliki oleh rumah sakit rujukan di daerah. Selanjutnya Falevi juga menilai kurangnya dana refocusing untuk bidang kesehatan.
“Katanya medis adalah garda terdepan dalam penanganan covid-19, tapi perlengkapan untuk mereka belum memadai,” papar Falevi.
“Saat ini ada sebelas rumah sakit rujukan covid-19 di daerah, namun kesannya seperti asal tunjuk saja,” tegasnya. (IA)