Pansus DPRA Sampaikan Puluhan Rekomendasi Terkait LKPJ Gubernur Aceh
“Sementara lapangan usaha pertanian, perkebunan dan kehutanan belum dapat menunjukkan angka yang nyata, tumbuh hanya 3,31 persen,” kata Kartini Ibrahim dalam sidang yang turut dihadiri Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Bustami Hamzah
Selain itu, Tim Pansus DPRA juga menyebutkan pertumbuhan ekonomi Aceh pada tahun 2022 juga masih sangat jauh dari target yang dicapai Pemerintah Aceh. Tim Pansus DPRA juga menyorot data yang membandingkan pertumbuhan ekonomi daerah dengan nasional. Menurut Tim Pansus, perbandingan data pertumbuhan ekonomi tersebut sangat tidak relevan.
“Untuk indikator pertumbuhan ekonomi, mestinya Pj Gubernur Aceh menampilkan perkembangan semua sektor riil, lapangan usaha pertanian, perikanan dan perkebunan, lapangan usaha perdagangan, yang notabene sebagai indikator yang mempengaruhi langsung terhadap pertumbuhan ekonomi masyarakat Aceh.
Pertumbuhan ekonomi Aceh seyogyanya mempengaruhi perkembangan kebijakan ekonomi makro yang mendorong pendapatan Aceh khususnya peningkatan PAD dan peningkatan pendapatan dari sektor pajak dan non pajak,” kata Kartini Ibrahim.
DPRA, sebut Kartini, meminta kepada Pj Gubernur Aceh untuk dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi Aceh agar berada di atas rata-rata nasional.
Beberapa cara yang dapat ditempuh antara lain mengalokasikan anggaran untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, mengelola sumber daya alam yang dimiliki oleh Aceh, mengembangkan usaha kreatif pada usaha kecil dan menengah, meningkatkan dan menjaga infrastruktur yang menunjang perekonomian, mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Selain itu, Pansus DPRA juga menemukan laporan inflasi dalam LKPJ Gubernur Aceh Tahun 2022 tidak memiliki relevansi terhadap perkembangan riil yang ada di Aceh. Dalam LKPJ Gubernur Aceh Tahun Anggaran 2022, kata Kartini, tidak dilaporkan angka inflasi padahal pengendalian angka inflasi merupakan salah satu Indikator Utama (IKU) serta menjadi indikator makro kinerja pemerintah daerah (Aceh), sehingga Pemerintah Aceh tidak menggambarkan keadaan sebenarnya terkait kemampuan daya beli masyarakat.