BANDA ACEH – Jumlah penyalahgunaan narkoba di Aceh saat ini berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh dan LIPI pada tahun 2019 sudah mencapai angka 82.415 jiwa dengan rentan usia 11 – 45 tahun.
Hal itu disampaikan Ketua Umum DPP Inspirasi Keluarga Anti Narkoba (IKAN) Syahrul Maulidi, dalam keterangannya Kamis (22/7).
Dengan jumlah 82.415 jiwa yang sudah kena narkoba, Syahrul sangat khawatir beberapa tahun akan datang Aceh belum mampu menanggulangi permasalahan narkoba.
“Saya sampaikan hal ini karena kita tahu jumlah pusat rehabilitasi Napza di Aceh lebih kurang hanya enam rehabilitasi yang aktif dengan kapasitas rata-rata 50 orang yang bisa direhabilitasi dengan program selama 6 bulan,” terangnya.
“Kalau kita hitung secara matematis dalam satu tahun masing-masing tempat rehabilitasi hanya mampu merehab sebanyak 100 orang korban Napza. Jadi dengan jumlah rehabilitasi yang aktif hanya 6, maka total dalam satu tahun Aceh hanya mampu merehabilitasi sebanyak 600 jiwa,” tambah Syahrul.
Jadi bisa dihitung berapa tahun Aceh mampu menyelesaikan permasalahan narkoba dengan angka penyalahgunaan yang sudah mencapai angka 82.415 jiwa.
“Seharusnya Pemerintah Aceh beserta seluruh instansi terkait segera melakukan tindakan-tindakan yang strategis dalam upaya menurunkan angka tersebut,” tegasnya.
Padahal berdasarkan Permendagri Nomor 21 Tahun 2013 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba. Di dalamnya juga mengatur peran dan tanggung jawab Gubernur/Bupati/Wali Kota dalam menanggulangi permasalahan narkoba. Apalagi Aceh sudah ada Qanun Nomor 8 Tahun 2018 tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan Narkotika.
Pihaknya juga menyadari sampai saat ini Aceh bahkan Indonesia masih dihadapkan dengan kondisi Covid-19 yang tak kunjung selesai.
Namun menurut Syahrul Maulidi permasalahan narkoba ini tidak bisa dikesampingkan. “Selama masa pandemi ini permasalahan narkoba terus terjadi bahkan ada beberapa modus baru seperti melalui online dan peredaran melalui jasa pengiriman,” bebernya.
Selama masa pandemi ini jalur masuk tidak mengalami perubahan yang signifikan, masuk melalui laut masih menjadi jalur utama. Terutama di daerah pesisir pantai timur dan utara Aceh ini merupakan wilayah yang sangat rawan.
Sangat diperlukan sinergitas khususnya di wilayah laut untuk melakukan operasi laut secara terpadu dan berkesinambungan secara bersama oleh instansi terkait.
“Dalam hal pencegahan Pemerintah Aceh harus melakukan pencegahan dan penyelesaian secara komprehensif dan berkesinambungan mulai hulu sampai ke hilir. Mulai tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota, Tokoh Agama, Pemuda, Para Pegiat, LSM dan Orang Tua,” tutup Ketum DPP IKAN. (IA)