“Demokrasi akan terasa kosong ketika para wakil rakyat hanya diam, tidak bersuara, dan seolah tidak peduli pada penderitaan rakyat. Itu yang harus dihindari,” katanya.
Terkait nominal hibah yang mencapai Rp29,3 miliar, Isa menilai kenaikan anggaran sah-sah saja jika kondisi keuangan daerah memungkinkan.
Namun, pemerintah harus jeli membaca situasi, terutama di tengah tuntutan efisiensi dan keterbatasan anggaran untuk pelayanan publik.
“Kalau pun dinaikkan boleh saja, sepanjang disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Apalagi saat ini pelayanan publik pun menghadapi tantangan efisiensi. Jangan sampai masyarakat merasa terabaikan karena anggaran lebih banyak terserap untuk politik ketimbang kebutuhan dasar mereka,” ungkapnya.
Pada akhirnya, Isa menegaskan bahwa hibah kepada parpol adalah sebuah amanah rakyat. Jika dimanfaatkan dengan benar, dana itu bisa menjadi pupuk bagi tumbuhnya demokrasi di Aceh.
Namun jika disalahgunakan, justru bisa melukai hati rakyat yang sudah menitipkan mandat lima tahunan kepada wakilnya.
“Ini bukan sekadar dana, tapi amanah. Kalau digunakan benar, akan memperkuat demokrasi. Kalau disalahgunakan, justru melahirkan luka baru bagi rakyat,” tutupnya.