Foto : Plt. Gubernur Nova Iriansyah didampingi Sekda Aceh, Taqwallah memimpin rapat dengan seluruh Kepala SKPA di Posko Covid-19 Setda Aceh, Selasa (24/3).
Banda Aceh — Pemerintah Aceh diminta untuk melaksanakan skema Jaring Pengaman Sosial (JPS) dalam penanganan dampak pencegahan virus Corona atau Covid-19 saat ini. Diantaranya, memberikan bantuan kepada masyarakat yang terdampak akibat kebijakan penanganan wabah Corona selain dari aspek penanganan kesehatannya.
Skema bantuan dimaksud yakni penyediaan sembako bagi masyarakat dalam bentuk jatah hidup (Jadup), serta berperan menjaga daya beli di tingkat masyarakat. Hal ini bisa dilakukan dengan program afirmatif berupa Bantuan Langsung Tunai (BLT).
“Bantuan berupa Jadup dan BLT ini hanya dimaksudkan untuk masa krisis, setelah itu bantuan bisa dihentikan. Program ini dapat dilaksanakan paling lama tiga bulan. Setelah itu perlu evaluasi sesuai perkembangan situasi untuk kebijakan lanjutan,” ujar Koordinator Masyarakat Pengawal Otonomi Khusus/Otsus (MPO) Aceh, Syakya Meirizal, di Banda Aceh, Rabu (25/3).
Menurutnya, yang harus dipastikan, bantuan ini harus tepat sasaran, dan zero toleransi terhadap penyimpangan atau korupsi. Lebih lanjut siapa saja yang berhak mendapatkan bantuan, diserahkan mekanismenya kepada pemerintah.
“Bantuan harus tepat sasaran dan zero toleransi terhadap penyimpangan, terkait penerimanya kita serahkan mekanisme penentuan penerima dan pelaksanaannya kepada pemerintah,” tegas Syakya.
Terkait ketersediaan anggaran untuk bantuan tersebut, Syakya Meirizal meminta Pemerintah Aceh agar segera melakukan realokasi anggaran APBA 2020 pada beberapa kegiatan yang dianggap tidak krusial. Realokasi anggaran bertujuan untuk pencegahan, pengendalian, penanganan serta pemulihan dampak pandemi virus Corona atau (Covid-19).
Hal ini sesuai Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Juga Permendagri Nomor 20 tahun 2020 tentang Percepatan Penanganan Covid 19 di Lingkungan Pemerintah Daerah. Serta Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 19/PMK.07/2020 tentang Penyaluran dan Penggunaan Dana Bagi Hasil, Dana Alokasi Umum, dan Dana Insentif Daerah TA 2020 dalam rangka Penanggulangan COVID-19.
Koordinator MPO Aceh, Syakya Meirizal mengungkapkan, dalam APBA 2020 kegiatan yang dapat ditunda antara lain, penundaan tambahan penghasilan PNS Rp 94 miliar (selisih dalam APBA 2020 = Rp 648 miliar, dikurang dalam APBA 2019 = Rp 554 miliar), belanja hibah Ormas Rp 73 miliar, belanja tidak terduga Rp 118,8 miliar, honorarium PNS pada pos belanja langsung Rp 226 miliar (perlu rasionalisasi), belanja kegiatan pelatihan Rp 573 miliar, belanja perjalanan dinas Rp 472,5 miliar, belanja jasa kantor Rp 424 miliar (perlu rasionalisasi).
Selanjutnya belanja pengadaan kendaraan bermotor Rp 133 miliar, belanja pengadaan alat rumah tangga Rp 103 miliar, belanja pengadaan komputer Rp 83 miliar dan belanja pembangunan gedung kantor Rp 212 miliar.
“Realokasi anggaran tersebut dapat mencapai Rp 2,1 triliun lebih. Itu belum termasuk honorarium PNS pada belanja langsung Rp 226 miliar serta belanja jasa kantor Rp 424 miliar. Pada kedua pos anggaran ini dapat dilakukan rasionalisasi. Selisihnya bisa juga digunakan untuk penanggulangan Covid 19,” ungkap Syakya Meirizal.
Begitu juga dengan beberapa proyek pengadaan barang dan jasa lainnya yang tidak urgen dan belum ditender, bisa saja dialihkan untuk kebutuhan anggaran tersebut.
Dengan anggaran sebesar ini, Pemerintah Aceh tidak saja dapat menyediakan peralatan kesehatan dan Alat Pelindung Diri (APD) yang dibutuhkan untuk penanganan Covid-19, tapi juga menyediakan insentif yang memadai untuk tenaga medis.
Untuk itu, Pemerintah Aceh harus segera mengambil kebijakan terkait arah kebijakan anggaran penanganan Covid-19 karena memang sangat ditunggu publik. Apalagi payung hukumnya sudah jelas.
“Realokasi anggaran tak perlu menunggu Perubahan APBA 2020. Tinggal petakan saja dari pos anggaran mana saja yang akan dirasionalisasi. Namun sebaiknya perlu komunikasi dengan DPR Aceh, agar bisa satu visi. Sehingga saat pembahasan APBA-P nanti tidak ada persoalan karena sudah disepakati sejak awal,” pungkasnya. (m)