Ini menjadi masalah yang tidak pernah dituntaskan oleh Pemerintah Aceh sejak 2010 JKA diberlakukan, misalnya masih ditemukan keluhan warga, pelayanan pasien JKA tidak mendapatkan layanan yang semestinya.
Status sosial atau akses ke pihak rumah sakit sangat penting. Kalau tidak demikian pasien tidak terlayani. Obat ditanggung oleh JKA, tapi masih ada oknum menjual obat ke pasien dengan alasan obat paten.
Pasien rujukan juga dipungut biaya dengan berbagai alasan. Keluhan ini tidak terselesaikan, seharusnya pemerintah membuka semacam model unit komplain sehingga pasien ketika ada masalah sudah tahu melapor kemana dan juga masalahnya diselesaikan tanpa diskriminasi dan memandang status sosial.
Karena dengan anggaran yang sangat besar Pemerintah Aceh keluarkan tiap tahunnya harus sebanding dengan layanan yang diterima warga dengan layanan JKA.
Alfian menyebutkan, saat ini tidak ada alasan bagi Pemerintah Aceh untuk menghentikan JKA, karena JKA merupakan salah satu program unggulan Pemerintahan Irwandi-Nova, yang meliputi pemenuhan akses layanan kesehatan gratis yang lebih mudah, berkualitas dan terintegrasi bagi seluruh rakyat, pemberian santunan untuk kalangan masyarakat usia lanjut, pembangunan Rumah Sakit Regional tanpa menggunakan utang luar negeri (loan), serta mengembalikan ruh JKA yang pernah dirasakan oleh rakyat Aceh.
“Jadi kalau mareka utarakan dengan alasan anggaran tidak cukup, jelas tidak mendasar. Publik Aceh sangat paham menyangkut anggaran Aceh saat ini. Jangan mareka kira, apa yang mareka bilang rakyat terima dan percaya. Jadi tidak ada alasan bagi pemerintah menghentikan JKA. Kalaupun dipaksakan untuk penghentian layanan JKA maka patut diduga anggaran Aceh 2022 sudah dibajak oleh para kartel dan ini menjadi kewajiban bagi rakyat Aceh untuk melawan secara menyeluruh,” pungkas Alfian. (IA)